Angiogenesis merupakan suatu proses adaptasi dengan cara pembentukan
pembuluh darah baru yang dilakukan oleh suatu jaringan dalam merespon perubahan
kondisi di sekitar lingkungannya yang tidak menguntungkan dan bahkan membahayakan
bagi kelangsungan hidup jaringan tersebut. Angiogenesis ini sendiri dapat
bersifat fisiologis maupun patologis. Pada angiogenesis yang bersifat
fisiologis, angiogenesis dapat terlihat pada jaringan yang sedang tumbuh,
penyembuhan luka, ataupun siklus menstruasi pada wanita. Sedangkan angiogenesis
yang bersifat patologis terutama dapat ditemukan pada keganasan maupun pada
penyakit lainnya seperti pada infeksi/inflamasi, malformasi vaskuler, dan
penyakit lainnya yang dicetuskan oleh hipoksia. (Hanahan & Weinberg, 2011) (Shih & Lindley, 2006)
Angiogenesis biasanya diawali oleh adanya factor pencetus, dan
hipoksia adalah faktor yang paling sering mencetus terjadinya angiogenesis.
Pada tumor, jarak antara pembuluh darah dengan sel sangat mempengaruhi dari
kadar oksigen yang berdifusi ke dalam sel. Semakin dekat jarak sel dengan
pembuluh darah semakin besar kadar oksigen yang berdifusi ke dalam sel, begitu
pula sebaliknya semakin jauh jarak antara pembuluh darah dengan sel, maka
semakin kecil kadar oksigen yang berdifusi ke dalam sel. Kondisi ini yang
disebut sebagai hipoksia ini akan memicu aktivasi dari hypoxic-inducible factor (HIF) dan akan meningkatkan proses
transkripsi beberapa gen faktor angiogenik. HIF ini juga berperan dalam
menentukan nasib sel apakah akan terus bertahan hidup atau mati melalui
peristiwa apoptosis. Faktor lainnya
yang juga dapat mencetuskan terjadinya angiogenesis, termasuk stress mekanis
(tekanan tinggi intratumoral), respon imun/inflamasi, dan mutasi genetik pada
oncogene ataupun tumor supresor gen. (Carmeliet & Jain, 2000)
Peristiwa aktivasi HIF yang dilanjutkan dengan peningkatan
transkripsi gen faktor angiogenik ini akan menghasilkan faktor angiogenik yang
memiliki peran masing-masing dalam proses angiogenesis. Terdapat dua jenis
faktor angiogenesis, yaitu angiogenesis stimulator dan angiogenesis inhibitor.
Kedua jenis faktor angiogenesis tersebut mengatur jalannya proses angiogenesis,
dan disebut sebagai angiogenic switch.
Angiogenic switch akan disebut “on”
apabila kondisi angiogenik stimulator bekerja lebih dominan dibandingkan dengan
angiogenik inhibitor. Sebaliknya, disebut angiogenic
switch “off” apabila angiogenik inhibitor bekerja lebih dominan
dibandingkan dengan angiogenik stimulator. Pada angiogenesis fisiologis, angiogenic switch berjalan seimbang dan
terkendali, sedangkan pada angiogenesis tumor, angiogenic switch akan terus berjalan “on” tanpa terkendali. Hal
ini disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara angiogenic stimulator dan inhibitor.
(Hanahan & Weinberg, 2011) (Carmeliet & Jain, 2000)
Yang termasuk ke dalam kelompok angiogenic stimulator diantaranya
adalah vascular endothelial growth factor
(VEGF), basic fibroblast growth
factors (bFGF), platelet-derived
growth factors (PDGF), tumor necrosis
factor-α (TNF-α), dan keratinocyte
growth factor. (Shih & Lindley, 2006) Faktor angiogenik stimulator ini
bekerja secara langsung dengan menstimulasi proliferasi dan migrasi dari sel
endotel, dan secara tidak langsung dengan melibatkan sel lain yang juga turut berperan
dalam proses angiogenesis. Faktor angiogenik stimulator yang sudah dikenal luas
dan berperan sangat dominan dalam proses angiogenesis adalah VEGF. VEGF
bertanggung jawab terhadap peningkatan permeabilitas, vasodilatasi, dan
pembentukan pembuluh darah baru. Kinerja dari VEGF ini juga dibantu oleh faktor
angiogenik lainnya yang terlibat dalam angiogenesis. VEGF banyak diekspresikan
secara berlebih oleh sebagian besar tumor ganas untuk merespon peningkatan
kebutuhan akan oksigen dan nutrisi di sel. Kinerja dari angiogenik stimulator
ini akan dihambat oleh angiogenic inhibitor, seperti thrombospondin-1, angiostatin, endostation, dan tumstatin. Angiogenik inhibitor bekerja
kebalikannya dengan angiogenik stimulator. Angiogenik inhibitor ini juga
berperan dalam proses dormansi tumor yang dapat berlangsung selama
bertahun-tahun. Angiogenik inhibitor menghambat pertumbuhan tumor dan
metastasis. (Carmeliet & Jain, 2000)
Gambar 1. Tahapan
pembentukan pembuluh darah baru dalam angiogenesis
(Diadaptasi dari: http://www.nature.com/nrm/journal/v8/n6/fig_tab/nrm2183_F2.html)
Angiogenesis mulai terjadi pada saat pertumbuhan tumor mencapai 1-2
mm atau ketika terjadi metastasis. (Shih & Lindley, 2006) Terdapat beberapa
tahapan dalam proses pembentukan pembuluh darah baru pada angiogenesis. Angiogenesis
tumor berlangsung dengan cara memperluas dan menumbuhkan sel-sel endotel,
merubah bentuk dan memperluas insersi jaringan interstisial ke dalam lumen
(intususepsi), dan infiltrasi dari sel endotel prekursor yang berasal dari
sumsum tulang (vaskulogenesis). (Carmeliet & Jain, 2000)
Pembuluh darah pada tumor berbeda dengan pembuluh darah pada
jaringan normal. Pada lapisan pembuluh darah tumor, tidak hanya tersusun dari
sel-sel endotel, namun juga terdapat sel tumor yang membentuk lapisan pembuluh
darah tersebut. (Carmeliet & Jain, 2000) Hal ini berperan
besar dalam terjadinya metastasis. Struktur dan fungsi pembuluh darah tumor
tampak tidak teratur baik bentuk mapun aliran darahnya. Pembuluh darah tampak
berkelok-kelok dan berdilatasi dengan diameter yang sangat bervariasi. Banyak
terlihat percabangan-percabangan dan tumpang tindih pada pembuluh darah tumor yang
dapat memperberat kondisi hipoksia pada tumor. Tumor yang memiliki
hipervaskularisasi, akan ditemukan permeabilitas pembuluh darah yang tinggi.
Hal ini disebabkan oleh banyaknya “kebocoran” yang terjadi di pembuluh darah
tumor. Jarak antar endotel yang melebar dan ketiadaan membran basalis
menyebabkan kebocoran yang tidak merata pada pembuluh darah tumor. (Carmeliet & Jain, 2000) (Hanahan & Weinberg, 2011)
Selain kelainan struktur dan fungsi pembuluh darah, pada tumor juga
dapat ditemukan kelainan struktur dan fungsi sistim limfatik. Di dalam jaringan
tumor, tidak terbentuk sistim limfarik yang berfungsi dengan baik karena stress
mekanis dari pertumbuhan sel ganas akan menekan pembuluh limfa yang baru
terbentuk. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan interstisial dan
menurunkan efektivitas dari pemberian
terapi. Sebaliknya pada bagian perifer tumor, tampak pelebaran pembuluh limfe
yang memfasilitasi terjadinya metastasis limfatik. VEGF-C diketahui berperan
dalam pelebaran pembuluh limfe di bagian perifer tumor tersebut. (Carmeliet & Jain, 2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar