I.
TUJUAN
Pedoman
ini bertujuan untuk membantu klinisi dalam merawat pasien dengan penyakit
tiroid baik itu untuk penyakit tiroid yang jinak maupun yang ganas, terutama
untuk pedoman bagi spesialis kedokteran nuklir dalam memberikan terapi iodium
radioaktif (NaI-131). Di dalam pedoman
ini juga akan dibahas mengenai penilaian pasien dengan penyakit tiroid yang
akan diberikan terapi NaI-131, tatalaksana pemberian terapi NaI-131, dan
pemahaman tentang akibat yang dapat ditimbulkan dari pemberian terapi NaI-131.
II.
LATAR
BELAKANG
Iodium radioaktif,
dalam hal ini I-131, mempunyai perangai biokimia yang sama dengan iodium
stabil/non-radioaktif (I-127), yaitu hampir seluruhnya akan ditangkap (uptake) dan diakumulasi di kelenjar
tiroid. Iodium radioaktif memiliki sifat fisik yang mampu memancarkan sinar
beta dan gamma. Melalui sinar gamma yang dipancarkan, I-131 dapat digunakan
untuk pencitraan (imaging) kelenjar
tiroid. Sedangkan sinar beta dapat digunakan untuk terapi karena kemampuannya
mengablasi sel-sel folikel tiroid yang fungsional.
Iodida merupakan bahan
baku pembentukan hormon tiroid yang dalam proses pembentukannya akan menjalani
2 tahapan penting, yaitu trapping (pengumpulan)
dan organifikasi. Kemampuan jaringan tiroid dalam menangkap (uptake) iodida tersebut menggambarkan
kinetikanya dalam kelenjar tiroid, dan secara tidak langsung menggambarkan pula
fungsi dari kelenjar tiroid tersebut.
Terapi penyakit tiroid
jinak maupun ganas dengan I-131 merupakan modalitas yang telah digunakan secara
luas sejak tahun 1940-an. Energi radiasi dari sinar beta yang dimiliki oleh
I-131 akan mengablasi jaringan tiroid fungsional sehingga diharapkan produksi
hormon tiroid dan ukuran dari kelenjar tiroid akan berkurang. Yang dimaksud
dengan penyakit tiroid jinak adalah hipertiroidi dan struma multinodosa atau
struma difusa non-toksik. Di Amerika Serikat terapi NaI-131 merupakan terapi
pilihan pertama untuk pasien dengan hipertiroidi; namun di Eropa dan Jepang
terapi NaI-131 baru dilakukan apabila terjadi kegagalan dengan obat anti-tiroid
(OAT).
Penyakit keganasan
tiroid yang dapat diberikan terapi NaI-131 adalah karsinoma tiroid
berdiferensiasi baik (KTB). KTB merupakan keganasan yang berasal dari jaringan
epitel folikel tiroid dan masih dapat mensintesis tiroglobulin dan
mengakumulasi iodium. KTB dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan histopatologis
yaitu folikuler, papilifer, dan campuran. Terapi utama dari KTB adalah
tiroidektomi total, dilanjutkan dengan terapi adjuvan yaitu ablasi menggunakan
NaI-131 dan terapi supresi hormon tiroid. Kombinasi tiroidektomi total, ablasi
dengan NaI-131, dan supresi dengan hormon tiroid terbukti dapat menurunkan
angka kekambuhan dan meningkatkan angka harapan hidup dari penderitan dengan
KTB. Terapi NaI-131 pada KTB diberikan berdasarkan pada stratifikasi risiko.
Dokter yang bertanggung
jawab dalam memberikan terapi pada pasien dengan penyakit tiroid tersebut harus
dapat memahami patofisiologi klinis dan proses penyakitnya serta harus dapat
bekerja sama dengan dokter spesialis lain yang terlibat dalam penatalaksanaan
pasien tersebut. Di Amerika Serikat, dokter yang dapat memberikan terapi
NaI-131 adalah dokter spesialis kedokteran nuklir, radiologi, radioterapi, atau
dokter yang memiliki sertifikat pelatihan dan kompetensi serta pengalaman dalam
melakukan pemberian terapi NaI-131 secara aman. Di Eropa, dokter yang dapat
memberikan terapi NaI-131 adalah dokter spesialis kedokteran nuklir atau
radioterapi. Di Indonesia, berdasarkan permenkes No.008 tahun 2009, dokter yang
dapat memberikan terapi NaI-131 adalah dokter spesialis kedokteran nuklir.
Izin kepemilikan
NaI-131 dan peraturan mengenai batas paparan radiasi pada pasien yang diberikan
terapi NaI-131 bervariasi antar negara. Dokter yang memberikan terapi NaI-131
haruslah mengetahui dan mematuhi semua hukum dan peraturan yang ada di negara
tersebut.
Fasilitas tempat
pemberian terapi NaI-131 harus memiliki personil paramedis yang berkompeten,
peralatan keselamatan radiasi, dan prosedur mengenai penanganan sampah dan
limbah radiasi, pengawasan staf personil terhadap risiko kecelakaan
kontaminasi, dan pengaturan dari pencemaran udara dari NaI-131.
III. DEFINISI
·
I-131 adalah suatu radionuklida yang
memancarkan partikel beta dengan waktu paruh 8.1 hari, dan juga memiliki energi
sinar gamma sebesar 364 KeV dan energi maksimum dari partikel beta sebesar 0.61
MeV, dan jarak penetrasi terhadap jaringan berkisar 0.8 mm.
·
Terapi iodium radioaktif adalah
pemberian NaI-131 (I-131 disenyawakan dengan Na) secara oral.
·
Penyakit tiroid jinak adalah Graves (struma
difusa toksik), struma nodusa/multinodosa toksik dan nontoksik, dan nodul
tiroid otonom (NTO) toksik maupun nontoksik.
·
Penyakit tiroid ganas adalah karsinoma
tiroid berdiferensiasi yang mampu mensintesis tiroglobulin dan menangkap
NaI-131.
IV.
INDIKASI
dan KONTRAINDIKASI TERAPI NaI-131
A. INDIKASI
1.
Penyakit
tiroid jinak
·
Hipertiroidi;
·
Nodul tiroid otonom (NTO), toksik atau
non-toksik;
·
Struma multinodosa nontoksik.
2.
Keganasan
tiroid
·
Terapi adjuvan karsinoma tiroid
berdiferensiasi pasca-tiroidektomi total;
·
Metastasis karsinoma tiroid
berdiferensiasi pasca-tiroidektomi total.
B. KONTRAINDIKASI
Terapi NaI-131 tidak
boleh diberikan pada penderita yang sedang hamil dan menyusui.
A.
TATALAKSANA
A.
Persiapan
Pasien
1.
Untuk
semua penderita
a. Penderita
harus menghentikan konsumsi obat yang mengandung iodium, suplemen iodium,
hormon tiroid, dan obat lainnya yang berpotensi mempengaruhi penangkapan
NaI-131 di jaringan tiroid dalam waktu yang telah ditentukan. (lihat lampiran tabel
1);
b. Penderita
diminta untuk mengkonsumsi makanan rendah iodium selama 7 – 10 hari sebelum
terapi NaI-131 untuk meningkatkan kemampuan jaringan tiroid menangkap NaI-131
(lihat lampiran tabel 2);
c. Sebelum
diberikan terapi NaI-131, penderita diminta puasa minimal 6 – 8 jam untuk
mengoptimalkan penyerapan NaI-131 di dalam saluran cerna dan baru boleh makan satu jam setelah pemberian NaI-131;
d. Sebelum
diberikan terapi NaI-131, penderita wanita usia produktif harus yakin bahwa dia
sedang tidak hamil; bila perlu dilakukan tes kehamilan;
e. Dokter
yang memberikan NaI-131 harus memberikan penjelasan kepada penderita dan
keluarganya mengenai prosedur, pengobatan, hasil yang diharapkan dari terapi
NaI-131 dan efek samping yang mungkin terjadi.
f. Surat
persetujuan (informed consent) harus
ditandatangani pasien sebelum pemberian terapi NaI-131.
2. Untuk penderita penyakit tiroid
jinak
a. Hasil
pemeriksaan kadar hormon tiroid (T4 bebas dan T3 bebas) dan thyroid stimulating hormone (TSH) yang
terkini harus tersedia.
b. Kemampuan
penangkapan NaI-131 oleh kelenjar tiroid diketahui melalui pemeriksaan radioiodine uptake (RAIU), atau secara
kualitatif melalui pemeriksaan sidik tiroid. Pemeriksaan ini akan membedakan
antara hipertiroidi dari penyebab tirotoksikosis lainnya.
c. Pada
keadaan tertentu, misalnya pada penderita berusia lanjut, penyakit
kardiovaskuler, struma multinodosa yang besar dan mendapat terapi NaI-131 dalam
dosis tinggi, atau penyakit sistemik berat lainnya, maka pemberian OAT pre-terapi
NaI-131 dapat diberikan untuk menurunkan kadar hormon tiroid.
d. OAT
dihentikan paling kurang 5 hari sebelum pemberian terapi NaI-131 dan dapat
dilanjutkan kembali 5 hari sesudahnya.
e. Obat
penyekat beta (beta-blocker) dapat
diberikan untuk mengendalikan gejala hipertiroidi; obat penyekat beta ini tidak
perlu dihentikan pada saat pemberian terapi NaI-131.
f. Surat
persetujuan (informed consent) harus
menjelaskan hal-hal di bawah ini:
·
Kemungkinan diperlukan pemberian terapi
NaI-131 lebih dari 1 kali
·
Kemungkinan terjadinya hipotiroidi setelah
terapi NaI-131 yang memerlukan pengobatan dengan hormon tiroid seumur hidup sebagai
pengganti.
·
Kemungkinan timbulnya atau perburukan
dari oftalpmopati.
·
Kemungkinan terjadinya rasa tidak nyaman
di leher yang bersifat sementara atau perburukan gejala hipertiroidi (walaupun
sangat jarang) yang disebabkan oleh tiroiditis akibat radiasi.
3. Untuk penderita keganasan tiroid
a. Sebelum
terapi NaI-131, konsumsi hormon tiroid terlebih dahulu harus dihentikan selama
4–6 minggu (atau bila mengkonsumsi T3 cukup dihentikan selama 2 minggu), tujuannya
untuk meningkatkan kadar serum TSH menjadi > 30 uIU/mL. Peningkatan kadar
serum TSH tidak akan terjadi bila volume sisa jaringan tiroid fungsional masih cukup
besar;
b. Penghentian
konsumsi hormon tiroid tidak perlu dilakukan bila diberikan recombinant human TSH (rhTSH), sehingga
hipotiroidi dapat dicegah;
c. Foto
rontgen thoraks dan pemeriksaan darah rutin serta hitung jenis perlu dilakukan
sebelum pemberian terapi NaI-131. Foto rontgen thoraks diperlukan untuk
mengetahui terjadinya metastasis yang terjadi di paru, sedangkan pemeriksaan
darah rutin dan hitung jenis diperlukan untuk mengetahui terjadi supresi
hematologi di sumsum tulang;
d. Hasil
pemeriksaan TSH yang terkini dan laporan operasi serta hasil histopatologi
harus tersedia pada penderita pasca-tiroidektomi total;
e. Parameter
yang digunakan untuk menilai keberhasilan terapi NaI-131 pada penderita
karsinoma tiroid berdiferensiasi adalah kadar tiroglobulin serum dengan syarat antibodi
antitiroglobulin negatif, para pakar umumnya sepakat kadar tiroglobulin > 3
ng/dL menunjukkan masih adanya sisa jaringan tiroid atau metastasis yang
fungsional.
f. Pemantauan
setelah terapi (operasi maupun ablasi dengan NaI-131) untuk mendeteksi sisa
jaringan tiroid atau metastasis atau kekambuhan melalui pencitraan NaI-131
diagnostik tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan efek stunning pada jaringan tiroid, yang akan menyebabkan resistensi
terhadap pemberian terapi NaI-131 berikutnya; sebagai alternatif dapat
digunakan radiofarmaka lainnya (seperti: Tc-99m MIBI, dll) atau pencitraan
dengan menggunakan PET FDG;
g. Surat
persetujuan (informed consent) harus
menjelaskan hal-hal dibawah ini:
·
Tujuan pemberian terapi NaI-131 adalah
untuk menghancurkan sisa jaringan tiroid fungsional dan keganasan tiroid.
·
Kemungkinan diperlukan pemberian terapi
NaI-131 lebih dari 1 kali
·
Efek samping dapat termasuk mual,
terkadang hingga muntah, nyeri di kelenjar saliva, berkurangnya cairan saliva
dan kemampuan mengecap, nyeri dan bengkak pada leher bila jumlah sisa jaringan
tiroid masih banyak, dan penurunan sel darah putih yang mengakibatkan peningkatan
risiko terjadinya infeksi; efek samping tersebut bersifat sementara dan akan
hilang dengan sendirinya.
B.
Pemberian
terapi NaI-131
1.
Untuk
semua penderita
a. Dokter
yang merawat harus mendapatkan riwayat kesehatan penderita yang berhubungan
dengan penyakit tiroid dan melaksanakan pemeriksaan fisik secara langsung;
b. Dosis
kumulatif dari NaI-131 yang telah diberikan kepada penderita harus dicatat ke
dalam rekam medis;
c. Dokter
yang merawat harus memastikan bahwa pemeriksaan laboratorium yang tepat telah
dilaksanakan dan dianalisa;
d. Identitas
penderita harus dicatat dengan benar untuk menghindari kesalahan, hal ini disesuaikan
dengan kebijakan di rumah sakit tersebut.
e. Terapi
dengan NaI-131 dapat diberikan dalam bentuk cairan atau di dalam kapsul, namun
dosis aktivitas tetap harus dipastikan sebelum diberikan kepada penderita.
Apabila diberikan dalam bentuk cairan maka harus dilakukan tindakan untuk
mengurangi penguapan selama proses persiapan radiofarmaka dengan cara
menyediakan sistim penyaring yang baik dan segera diberikan kepada penderita;
f. Dosimetri
radiasi untuk pasien dewasa dapat dilihat pada lampiran tabel 3 dan 4.
2.
Pemilihan
dosis untuk penderita
hipertiroidi
Berbagai metode dalam menentukan dosis
aktivitas NaI-131 telah digunakan pada penderita dengan hipertiroidi. Metode
yang sering digunakan di Amerika Serikat adalah menggunakan perkiraan ukuran
kelenjar tiroid dan hasil RAIU 24 jam untuk menghitung jumlah aktivitas NaI-131
yang diinginkan di kelenjar tiroid. Aktivitas NaI-131 yang diinginkan adalah
2.96 – 7.4 MBq (8 - 200 uCi)/gram jaringan tiroid. Dosis radiasi di kelenjar
tiroid dipengaruhi oleh RAIU serta waktu paruh biologis dan efektif dari
NaI-131. Waktu paruh biologis ini sangat bervariasi. Batas atas dosis aktivitas
di kelenjar tiroid (7.4 MBq/gram [200 uCi/gram]) dapat digunakan untuk penderita
dengan struma nodosa, struma difusa toksik berukuran sangat besar, dan
pemberian ulang terapi. Di Eropa dan Indonesia, dosis NaI-131 yang diberikan
berdasarkan dosis empiris (185 - 555 MBq [5 – 15 mCi]).
3.
Pemilihan
dosis untuk penderita keganasan tiroid
a. Berbagai
metode telah digunakan untuk menentukan dosis aktivitas NaI-131 untuk penderita
dengan keganasan tiroid, diantaranya adalah:
·
Untuk ablasi sisa jaringan tiroid
pasca-operasi, aktivitas NaI-31 yang dapat diberikan berkisar antara 2.75 – 5.5
GBq (75-150 mCi) tergantung dari RAIU dan jumlah sisa jaringan tiroid.
·
Untuk terapi sisa keganasan tiroid dan
metastasis kelenjar getah bening di leher dan mediastinum, aktivitas NaI-131
yang dapat diberikan berkisar antara 5.55 – 7.4 GBq (150 – 200 mCi).
·
Untuk terapi metastasis jauh, aktivitas
NaI-131 yang dapat diberikan biasanya > 7.4 GBq (> 200 mCi).
·
Dosis radiasi terhadap sumsum tulang
membatasi pemberian NaI-131; beberapa ahli menyarankan paparan radiasi terhadap
sumsum tulang tidak melebihi 200 rad. Dosimetri yang lebih tepat diperlukan
pada penderita yang akan mendapat terapi NaI-131 dalam dosis yang sangat besar;
·
Untuk mengurangi toksisitas, retensi
NaI-131 di dalam tubuh pada 48 jam pasca pemberian harus < 4.44 GBq (120
mCi) atau < 2.96 GBq (80 mCi) jika terdapat metastasis paru yang difus;
·
Dosis kumulatif maksimal dari NaI-131
yang dapat diberikan adalah sebanyak 1 (satu) Curie (Ci).
b.
Pemberian lithium karbonat secara oral
dapat memperpanjang waktu paruh biologis dari NaI-131 dan dapat berguna pada penderita
yang memiliki metabolisme iodium yang cepat;
c. Penderita
harus banyak minum selama beberapa hari (untuk meningkatkan frekuensi dan
volume berkemih) dan peningkatan aliran kelenjar saliva (dengan menggunakan permen
asam) dapat membantu mengurangi paparan radiasi di kandung kemih dan kelenjar
saliva. Penderita disarankan untuk buang air besar minimal 1 kali dalam sehari
untuk mengurangi paparan radiasi di dalam usus besar, yang dapat dilakukan
dengan memberikan pencahar.
d. Paling
tidak 1 minggu setelah pemberian terapi NaI-131 harus dilakukan pencitraan
untuk tujuan staging.
C.
Perawatan
untuk penderita keganasan tiroid
1. Penderita
harus menghindari bertemu dengan orang lain untuk mengurangi paparan radiasi
yang tidak perlu kepada mereka sehingga penderita perlu dirawat isolasi; instruksi
tertulis perlu diberikan kepada pasien.
2. Setelah
mendapat terapi NaI-131, penderita tidak boleh hamil selama paling kurang 6
bulan (penderita hipertiroidi) dan 12 bulan (penderita KTB);
3. Jika
penderita harus dirawat inap (isolasi), staf keperawatan harus dapat menjalankan
prosedur keselamatan radiasi dengan baik. Staf keperawatan yang terlatih harus
dilengkapi dengan alat pemantau radiasi yang baik (film badge, dosimeter, dll);
4. Penderita
diperkenankan pulang bila paparan radiasi sudah dalam batas yang aman (< 1
mrad/jam/m);
5. Setiap
penyakit penyerta lain harus dicatat dan perencanaan untuk penanganan kasus
kedaruratan pada saat perawatan (isolasi) harus disiapkan. Pada keadaan
darurat, penanganan kedaruratan harus diprioritaskan terlebih dahulu sebelum
masalah mengenai paparan radiasi;
6. Pemantauan
radiasi harus dilakukan secara rutin oleh dokter yang merawat;
7. Laporan
untuk dokter pengirim perlu dibuat dengan mencantumkan prosedur pemberian
terapi NaI-131, data riwayat penderita yang penting, hasil pemeriksaan fisik,
hasil laboratorium, saran mengenai terapi supresi hormon tiroid dan pemeriksaan
untuk pemantauan pasca-terapi NaI-131 serta menjelaskan bahwa informed consent telah diperoleh sebelum
pemberian terapi NaI-131.
8. Satu
minggu setelah pemberian terapi NaI-131, penderita diberikan terapi supresi
hormon tiroid dengan dosis awal 100 mikrogram per hari, dan penyesuaian dosis hormon
tiroid berdasarkan pemeriksaan kadar TSH 1 bulan kemudian.
V.
PEMANTAUAN
1.
Untuk
penderita dengan hipertiroidi
Efek samping yang mungkin dapat terjadi
pada penderita hipertiroidi setelah terapi dengan NaI-131 antara lain adalah:
a.
Eksaserbasi tirotoksikosis
yang jarang terjadi (biasanya terjadi dalam satu minggu setelah terapi);
b.
Pembengkakan di daerah
tiroid dan mulut kering (biasanya ringan dan dapat hilang sendiri);
c.
Hipotiroidi sementara
(biasanya 3-6 bulan pasca pengobatan);
d.
Hipotiroidi menetap
(dipantau dengan menentukan kadar serum TSH dan free T4 secara periodik 3-6 bulan sekali);
e. Bila dalam 3-6 bulan belum menunjukan adanya perbaikan secara
klinis maupun hasil laboratorium, terapi dengan NaI-131 dapat diulang kembali.
2.
Untuk
pasien dengan keganasan tiroid
a. Pemeriksaan
kadar TSH, tiroglobulin, dan antibodi anti-tiroglobulin serta ultrasonografi (USG) leher dilakukan
setiap 6 bulan sekali. Pemeriksaan dilakukan dengan sebelumnya menghentikan pemberian
terapi supresi hormon tiroid selama 4 – 6 minggu dengan tujuan meningkatkan
kadar serum TSH 10 kali dari batas atas nilai normal (> 30 uIU/ml);
b. Bila
kadar TSH > 30 uIU/L dan kadar tiroglobulin < 3 ng/dL serta titer antibodi anti-tiroglobulin negatif, maka ini
menunjukkan tidak ada lagi sisa jaringan tiroid fungsional atau metastasis;
akan tetapi bila kadar tiroglobulin > 3 ng/dL serta antibodi
anti-tiroglobulin positif, maka perlu dilakukan pencitraan NaI-131 diagnostik
untuk mendeteksi lokasi dari keganasan;
c. Bila
pencitraan NaI-131 diagnostik positif, kadar TSH dan tiroglobulin tinggi (>
3 ng/dL), maka penderita diberikan lagi terapi NaI-131 dengan dosis 5.55 – 7.4
GBq (150 - 200 mCi) dan dirawat di kamar isolasi;
d. Penderita
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan yang sama setiap 6 bulan sekali sampai dinyatakan
” bersih” dengan kadar tiroglobulin
terstimulasi < 3 ng/dl (TSH > 30 uIU/L) dan antibodi
anti-tiroglobulin negatif.
e. Bila
kadar serum tiroglobulin terstimulasi tetap tinggi, walaupun pencitraan NaI-131
negatif, merupakan indikasi untuk melanjutkan terapi NaI-131. Dosis NaI-131 kumulatif
maksimal yang dapat diberikan adalah sebanyak 1 (satu) Curie.
f.
Bila dalam 2 kali waktu pemantauan (setiap 6
bulan) berturut-turut hasil pemeriksaan baik, maka interval waktu pemantauan
akan diperpanjang menjadi setiap 1-2 tahun sekali. Bila dalam 2 (dua) kali
waktu pemantauan berikutnya (setiap 2 tahun) hasil pemeriksaan tetap baik, maka
pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan pemantauan kembali setiap 5 tahun
sekali;
g.
Bila dosis kumulatif telah mencapai 1 (satu)
Curie, tetapi kadar tiroglobulin terstimulasi tetap tinggi (dengan kadar TSH
tinggi dan antibodi anti-tiroglobulin negatif), maka penderita dinyatakan gagal
dengan terapi NaI-131 dan perlu diberikan cara terapi yang lain.
VI. REFERENSI
1. Meier
DA, Brill DR, Becker DV, Clarke SEM, Silberstein EB, Royal HD, et al. Procedure
guideline for therapy of thyroid disease with Iodine-131. J Nucl Med 2002; 43:
856-861.
2. Masjhur
JS, Kartamihardja AHS. Buku Pedoman Tatalaksana Diagnostik dan Terapi
Kedokteran Nukir. Rumah Sakit Hasan Sadikin/Bagian Kedokteran Nuklir Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran. Bandung.
3. Cooper
DS, Doherty GM, Haugen BR, Kloos RT, Lee SL, Mandel SJ, et al. ATA (American
Thyroid Association) Management Guidelines for Patients with Thyroid Nodules
and Differentiated Thyroid Cancer. Thyroid
2009;19:1167-99.
4. Bahn
RS, Burch HB, Cooper DS, Garber JR, Greenlee MC, Klein I. Hyperthyroidism and
other causes of thyrotoxicosis: Management guidelines of the American Thyroid
Association and American Association of Clinical Endocrinologists. Endocr
Pract. 2011;17(3).
Lampiran
Tabel 1. Interaksi
obat
JENIS OBAT
|
REKOMENDASI WAKTU PENGHENTIAN OBAT
|
Obat
antitiroid (seperti; propylthiouracil, methimazole, carbimazole) dan multivitamin
|
3 hari untuk
OAT
7 hari untuk
multivitamin
|
Hormon tiroid
(seperti; tiroksin, triiodotironin)
|
2 minggu untuk
triiodotironin+
4-6 minggu
untuk tiroksin+
|
Ekspektoran,
rumput laut, carageen, cairan
Lugol, cairan potasium iodida
|
2-3 minggu tergantung
kandungan iodium*
|
Topikal iodium
(povidone iodine; betadine®)
|
2-3 minggu*
|
Obat kontras
radiografi
*
Intravena (larut dalam air)
*
Obat lipofilik
|
3-4 minggu
(fungsi ginjal normal)
1 bulan
|
Amiodaron
|
3-6 bulan atau
lebih lama
|
* Interval waktu
ini untuk pasien dengan hipertiroid. Untuk pasien KTB direkomendasikan 6
minggu waktu penghentian obat.
+ Interval waktu ini hanya untuk pasien KTB.
|
Tabel 2. Makanan yang mengandung
iodium
Garam beriodium
Susu dan sejenisnya
Telur
Makanan laut
Rumput laut dan produk kelp
Roti yang mengandung iodium
Cokelat
Multivitamin mengandung iodium
Zat pewarna yang mengandung iodium
|
Tabel 3. Dosis
serap radiasi
Organ
|
mGy/MBq
|
Rad/mCi
|
Dianggap tidak
ada penangkapan di lapang tiroid (atirotik)*
Kandung
kemih
Dinding
kolon bagian bawah
Ginjal
Ovarium
Testis
Lambung
|
0.610
0.043
0.065
0.042
0.037
0.034
|
2.3
0.16
0.24
0.16
0.14
0.13
|
Dianggap uptake di tiroid 55% dan berat
kelenjar tiroid 20 gram+
Tiroid
Kandung
kemih
Payudara
Dinding
kolon bagian atas
Ovarium
Testis
|
790
0.290
0.091
0.058
0.041
0.026
|
2.933
1.1
0.34
0.21
0.15
0.10
|
*
Dari ICRP 53, hal. 275
+ Dari
ICRP 53, hal. 278
|
Tabel
4. Dosis radiasi di sumsum tulang untuk NaI-131
dosis
aktivitas 74 – 7.400 MBq (2 – 200 mCi)*
Uptake tiroid (%)
|
Dewasa
mGy/MBq (rad/mCi)
|
Anak (10 tahun)
mGy/MBq (rad/mCi)
|
0
5
35
45
55
|
0.035 (0.13)
0.038 (0.14)
0.086 (0.32)
0.100 (0.37)
0.120 (0.45)
|
0.065 (0.25)
0.070 (0.26)
0.160 (0.59)
0.190 (0.70)
0.220 (0.81)
|
*
Dosis dapat bervariasi tergantung dari waktu paruh
efektif di seluruh tubuh. (Dari ICRP 53, hal. 275-278)
|
asslkm dok,,
BalasHapusezy mau nanya dok,,
pada tabel 4,,,apa hubungan dosis radiasi di sum2 tulang dengan uptake tiroid tersebut dok ??
mksh dok...
Assalamualaikum dok,
BalasHapusBerapa batas aman dosis yang bisa diterima lingkungan, bisa bertemu dan bersosialisasi dengan orang lain jika saya melakukan terapi RAI 131 dengan dosis 150mCi pada 24 Februari 2014, dan diruang isolasi selama 3 hari? Saya diizinkan keluar dari isolasi dengan 0.37 mili rontgent (? maaf kalo salah) pada jarak 1 mtr. Saat ini saya juga mengukur dengan alat gamma dosimeter (pinjam dari Batan) dengan hasil 0.13 mikro sievert pada jarak 1 meter dan background lingkungan 0.1 mikrosievert. Menurut dokter, apakah ini sudah aman? Mengingat saya dan lingkungan kerja yang awam terhadap Radioablasi dan efek samping radioaktifnya. Mohon jawabannya dok..
Terima kasih dokter
BalasHapus