Senin, 19 Maret 2018

Mengapa Perlu Terapi Radio-Ablasi Setelah Operasi Kanker Tiroid ?

Oleh: Ryan Yudistiro dan Retnowati

Terapi Radio-Ablasi dengan Iodium radioaktif (RAI) diberikan kepada pasien kanker tiroid berdiferensiasi baik (KTB) setelah 4-6 minggu operasi pengangkatan seluruh kelenjar tiroid. RAI diberikan berdasarkan penilaian tingkat risiko dari kekambuhan pada saat sebelum dan sesudah operasi (baca juga: tingkat risiko pada kanker tiroid). Secara umum RAI diberikan dengan tujuan sebagai berikut:

  1. Sebagai terapi pembersihan sisa jaringan tiroid. Untuk memfasilitasi deteksi awal dari kekambuhan dengan pemeriksaan laboratorium Tg dan AbTg atau Whole Body scan (WBS), maka sisa-sisa jaringan tiroid dan KTB perlu dibersihkan dengan terapi RAI.
  2. Sebagai terapi tambahan setelah operasi. Dengan menghancurkan sisa-sisa jaringan tiroid yang secara teori akan menurunkan risiko terjadinya kekambuhan terutama pada pasien dengan risiko menengah dan tinggi.
  3. Sebagai terapi utama dari pasien dengan sisa kanker yang menetap. Terapi RAI diyakini dapat memperbaiki angka harapan hidup dan menurunkan risiko kekambuhan pada pasien KTB.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan sebelum RAI dilakukan adalah penyakit penyerta atau potensi komplikasi terkait dosis RAI atau persiapan sebelum RAI. Pada pasien usia lanjut atau pasien dengan penyakit lain perlu dinilai apakah pasien tersebut mampu untuk menjalani terapi RAI dan tinggal di dalam ruang isolasi selama beberapa hari. Pada dosis tinggi RAI, akan meningkatkan risiko untuk terjadi komplikasi penekanan fungsi sumsum tulang, apalagi pada pasien yang sudah menerima total dosis akumulasi lebih dari 1,000 mCi, maka pemberian RAI perlu dipertimbangkan risiko dan manfaatnya pada pasien tersebut.

Terapi RAI pada pasien risiko rendah merupakan pilihan pasien, karena tidak ada data yang mendukung bahwa terapi RAI akan memberikan manfaat yang signifikan, sehingga penanganan pasien dengan risiko rendah dapat dilakukan tanpa terapi RAI. Pemantauan pada pasien risiko rendah juga tidak memerlukan WBS, cukup USG leher dan pemeriksaan laboratorium Tg dan AbTg tanpa perlu puasa hormon tiroid. Angka kematian terkait KTB pada pasien risiko rendah, sekitar 3%, walaupun tanpa terapi RAI.

Berbeda dengan pasien risiko rendah, terapi RAI setelah operasi dapat memperbaiki angka harapan hidup dan risiko kekambuhan pada pasien dengan risiko menengah (intermediate). Yang termasuk ke dalam golongan pasien risiko menengah ini antara lain pasien dengan tipe jaringan yang agresif (tall cell, diffuse sclerosing, dan varian insular), pasien dengan ukuran tumor >4cm dan menginvasi keluar kelenjar tiroid, pasien dengan metastasis kelenjar getah bening leher. Namun, terapi RAI ternyata tidak memberikan manfaat yang bermakna pada pasien risiko menengah dengan usia <45 tahun, dan lebih bermakna pada pasien dengan usia >45 tahun. Oleh sebab itu pasien dengan usia <45 tahun biasanya dimasukkan ke dalam golongan risiko rendah.

Dari banyak hasil penelitian yang dengan sangat jelas menunjukkan  bahwa terapi RAI setelah operasi sangat bermanfaat dalam memperbaiki angka harapan hidup dan menurunkan risiko kekambuhan pada pasien dengan risiko tinggi. Terapi RAI dapat memperbaiki angka harapan hidup pada pasien dengan metastasis jauh berusia >45 tahun, ukuran tumor >2cm, dan metastasis kelenjar getah bening. Terapi RAI sangat direkomendasikan untuk pasien dengan risiko rendah setelah operasi.

Sumber: ATA guideline 2015; rekomendasi 51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar