dr. Ryan Yudistiro, SpKN, FANMB, PhD
Limfoma non-hodgkin adalah salah satu
keganasan kelenjar getah bening yang banyak diderita oleh orang dewasa. Walapun
dalam beberapa tahun belakangan ini, jumlah penderitanya cenderung stabil dan
angka kematiannya cenderung menurun, namun banyak penderita limfoma dengan
risiko menengah-tinggi mengalami kekambuhan dan perburukan dari penyakitnya.
Berbagai pilihan metode terapi
dilakukan untuk meningkatkan respon terapi serta memperpanjang lama bebas penyakit
dan harapan hidup. Pilihan metode terapi yang saat ini dapat diberikan pada
penderita limfoma adalah kemoterapi, imunoterapi dengan antibodi, terapi
radiasi, radioimunoterapi, dan transplantasi stem cell.
Radioimunoterapi adalah kombinasi
terapi dengan menggunakan antibodi yang ditempelkan dengan radioaktif. Antibodi
akan diberikan ke dalam aliran darah dan membawa radioaktif yang memancarkan
energi radiasi spesifik menuju target pada sel tumor. Energi radiasi tersebut
akan merusak rantai ganda DNA dan memicu kematian sel. Energi radiasi tidak
hanya membunuh sel yang terikat dengan antibodi, tapi juga sel tumor lainnya
yang tidak terikat dengan antibodi, sepanjang masih berada pada jarak penetrasi
dari radioaktif tersebut. Fenomena ini disebut cross-fire effect yang menjadi mekanisme dasar dari
radioimunoterapi.
Gambar 1. Mekanisme dasar radioimunoterapi
Limfoma non-hodgkin berasal dari sel
darah putih tipe B dan T yang tumbuh secara tidak normal. Sebagian besar
penderita limfoma non-hodgkin berasal dari sel tipe B yang banyak
mengekspresikan reseptor CD20 (lebih dari 90%). Reseptor CD-20 ini yang menjadi
target antigen dari antibodi-antiCD20, seperti Ibritumomab atau Rituximab.
Dengan menempelkan antibodi tersebut dengan radioaktif, maka radioimunoterapi
ini akan sangat efektif dan spesifik membunuh sel limfoma.
Radioimunoterapi diberikan pada penderita yang mengalami kekambuhan atau penderita
yang tidak merespon terhadap pengobatan yang standar. Radioimunoterapi ini juga
efektif sebagai terapi konsolidasi dalam meningkatkan keberhasilan terapi pada penderita
yang baru pertama kali diberikan kemoterapi. Namun demikian, terapi ini tidak
dapat diberikan pada penderita yang hamil dan menyusui, anak usia di bawah 18
tahun, riwayat alergi terhadap ibritumomab atau rituximab, penderita yang terdapat
keterlibatan sumsum tulang lebih dari 25%, penderita dengan jumlah sel darah
sumsum tulang yang tersupresi, penderita yang pernah melakukan radioterapi dan
transplantasi stem-sel.
Setelah penderita memenuhi kriteria
persyaratan pemberian radioimunoterapi, penderita akan diberikan antibodi tanpa
radioaktif (rituximab) dosis rendah dengan tujuan untuk menutup reseptor CD20
pada sel-B yang normal. Tujuan lain dari pemberian rituximab ini adalah untuk meningkatkan jumlah antibodi
yang spesifik menempel pada sel tumor. Minimal 7 hari kemudian,
rituximab dosis rendah kembali diberikan yang kemudian dilanjutkan oleh
pemberian radioimunoterapi dengan interval waktu 4 jam setelah pemberian
rituximab tersebut. Dosis radioimunoterapi diberikan berdasarkan berat badan
dan kadar trombosit penderita. Pada penderita dengan nilai trombosit >
150,000 maka dosis radioimunoterapi yang diberikan adalah 0.4mCi/kgBB,
sedangkan penderita dengan nilai trombosit antara 100,000 – 150,000 maka dosis
radioimunoterapi adalah 0.3mCi/kgBB. Dosis maksimal radioimunoterapi yang dapat
diberikan adalah 32mCi.
Gambar 2. Protokol pemberian
radioimunoterapi. RIT = radioimunoterapi.
Radioimunoterapi sangat efektif
diberikan pada penderita yang mengalami kekambuhan atau tidak berespon dengan
terapi standard dan sebagai terapi konsolidasi pada penderita yang berespon
dengan kemoterapi. Radioimunoterapi menunjukkan nilai keberhasilan terapi yang
lebih tinggi dibandingkan terapi standar dengan penderita yang mengalami complete response juga lebih tinggi.
Radioimunoterapi terbukti dapat memperpanjang waktu bebas perburukan penyakit (progression-free survival)
dan harapan hidup (overall-survival) yang lebih panjang dari terapi standard. Keberhasilan terapi dinilai berdasarkan
pemeriksaan klinis dan perbandingan PET/CT FDG sebelum terapi dan 3 bulan
setelah terapi.
![]() |
Gambar 3. Contoh kasus penderita yang mengalami complete response setelah RIT. PET/CT sebelum RIT (kiri), PET/CT 3 bulan sesudah RIT (kanan) |
Seperti halnya terapi yang
lain, radioimunoterapi juga memiliki keterbatasan dalam hal toksisitas atau
efek samping. Efek samping dari radioimunoterapi dapat terjadi pada fase awal
maupun fase lambat. Pada fase awal setelah pemberian radioimunoterapi, efek
samping yang paling menonjol adalah menurunnya nilai sel darah merah, sel darah
putih, dan trombosit pada 4-6 minggu setelah radioimunoterapi yang akan kembail
ke nilai normal setelah beberapa minggu. Efek samping fase awal lainnya adalah
lemas, mual, muntah, demam, sakit kepala, gatal, batuk, tenggorokan gatal, dan pusing
yang biasanya bersifat ringan dan sementara.
Sedangkan efek samping lambat yang
bisa terjadi setelah beberapa bulan pemberian radioimunoterapi adalah timbul
keganasan kedua selain limfoma non-hodgkin. Keganasan kedua tersebut dapat
berupa keganasan darah atau keganasan lainnya. Namun, jumlah penderita yang
mengalami keganasan kedua ini masih relatif rendah dan juga dapat terjadi pada
penderita yang diberikan terapi lain. Faktor yang dapat digunakan untuk
memprediksi terjadinya keganasan kedua ini adalah keterlibatan sumsum tulang.
Oleh sebab itu, radioimunoterapi sebaiknya diberikan pada penderita yang tidak
memiliki keterlibatan sumsum tulang.
Keterbatasan yang lain dari
radioimunoterapi ini adalah masalah biaya yang masih relatif mahal. Di Amerika
Serikat harga radioimunoterapi ini sekitar 50,000 US$, sedangkan di Jepang
harganya sekitar 40,000 US$ dan di eropa
sekitar 17,500€. Meskipun
demikian, dari analisa biaya radioimunoterapi menunjukkan bahwa
radioimunoterapi memiliki biaya bebas penyakit yang dihitung per bulan dan per
tahun jauh lebih rendah dibandingkan terapi standar. Hal ini menunjukkan bahwa
radioimunoterapi memberikan tingkat efektifitas yang tinggi dengan analisa
biaya yang lebih rendah dibandingkan terapi standar.
Tabel 1. Analisa biaya
radioimunoterapi (dalam mata uang Euro (€))
Biaya
|
Radioimunoterapi
|
Terapi standar 4 siklus
|
Terapi standar 8 siklus
|
Total biaya
|
17,500
|
10,000
|
20,000
|
Biaya bebas penyakit
(1 bulan) |
1,200
|
1,600
|
1,800
|
Biaya bebas penyakit
(1 tahun) |
14,500
|
19,000
|
21,000
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar