Jumat, 28 September 2012

Evaluasi fungsi kelenjar tiroid


Sidik Kelenjar Tiroid (Thyroid scan)

Apa sih kelenjar tiroid itu ?

Kelenjar tiroid adalah salah satu dari kelenjar endokrin yang berfungsi menghasilkan hormon tiroid. Kelenjar tiroid ini berbentuk seperti kupu-kupu dan terletak di leher bagian depan serta memiliki ukuran normal sebesar jari jempol (± 10 - 20 gram). Hormon tiroid yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid adalah tiroksin (T3) dan triiodotironin (T4) yang berperan dalam laju metabolisme di dalam tubuh. Tirotropin (TSH) merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis di otak yang berfungsi sebagai regulator atau pengatur dari produksi hormon tiroid di kelenjar tiroid.


Apa sih sidik kelenjar tiroid (thyroid scan) itu ?
Berbagai penyakit dapat terjadi pada kelenjar tiroid, diantaranya adalah gangguan produksi hormon tiroid dan benjolan di kelenjar tiroid. Pada gangguan produksi hormon tiroid dapat terjadi hipotiroid (kekurangan hormon tiroid) dan juga sebaliknya hipertiroid (kelebihan hormon tiroid). Pada benjolan di kelenjar tiroid dapat terjadi tunggal ataupun multipel serta dapat jinak ataupun ganas.  Pada penyakit tiroid ini juga akan terjadi perubahan dalam metabolisme iodium di kelenjar tiroid, sehingga penggunaan iodium radioaktif (NaI-131) yang memiliki sinar gamma dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi adanya penyakit tiroid.

Iodida merupakan bahan baku pembentukan hormon tiroid yang dalam proses pembentukannya akan menjalani 2 tahapan penting, yaitu trapping (pengumpulan) dan organifikasi. Berbeda dengan iodida, pertechnetate walaupun bukan bahan baku hormon, juga akan ditangkap oleh kelenjar tiroid tetapi hanya sampai pada tahap trapping. Kemampuan kelenjar tiroid menangkap (mengambil, ~ uptake) iodida dan pertechnetat akan menggambarkan kinetika kedua senyawa tersebut dalam kelenjar. Berdasarkan kemampuan penangkapan tersebut dapat dilakukan pencitraan morfologi fungsional kelenjar tiroid (sidik kelenjar tiroid) dan secara tidak langsung fungsi kelenjar tiroid yaitu dengan mengukur persentase penangkapan pada waktu-waktu tertentu (uji tangkap tiroid, uji ambilan tiroid, ~thyroid uptake test).


 


Gambar 1. Mekanisme penangkapan obat radioaktif oleh kelenjar tiroid

Sidik kelenjar tiroid ini dapat dilakukan untuk menilai aktivitas fungsional dari benjolan maupun pembesaran dari kelenjar tiroid serta dapat juga digunakan untuk mendeteksi jaringan tiroid ektopik dan sisa jaringan tiroid pasca-operasi. Selain itu juga dapat digunakan untuk evaluasi tirotoksikosis/hipertiroid apakah aktif atau tidak aktif.
Obat radioaktif yang rutin digunakan untuk pemeriksaan sidik kelenjar tiroid ini adalah I-131, I-123, dan Tc-99m pertechnetate. Untuk I-131 dan I-123 diberikan secara ditelan, sedangkan Tc-99m pertechnetate diberikan secara disuntik melalui intravena. Obat radioanuklida yang paling ideal untuk sidik kelenjar tiroid adalah NaI-123, karena energi dari sinar gammanya yang cukup optimal untuk dilakukan pengambilan gambar dengan kamera gamma atau SPECT, sayangnya obat radioaktif ini belum dapat tersedia di Indonesia.


Tabel.1 Indikasi sidik kelenjar tiroid (thyroid scan)

Bagaimana persiapan yang harus dilakukan sebelum pemeriksaan thyroid scan ?
Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien dipuasakan selama paling kurang 6 jam (bila obat radioaktif yang digunakan adalah NaI-131 atau NaI-123). Bila obat radioaktif yang digunakan adalah Tc-99m pertechnetate, pasien tidak perlu puasa. Obat-obatan dan makanan yang mengandung iodium atau hormon tiroid dihentikan selama beberapa waktu (lihat tabel 1 dan 2).

Apa yang akan dilakukan selama pelaksanaan thyroid scan ?
Pengambilan gambar (pencitraan) dilakukan 10 – 15 menit setelah penyuntikan Tc-99m pertechnetate secara intravena, atau 6 jam setelah pemberian NaI-123 secara ditelan, atau 24 jam setelah pemberian NaI-131 secara ditelan. Pasien tidur terlentang di bawah kamera gamma atau SPECT dengan leher dalam keadaan menegadah ke atas. Pengambilan gambar dilakukan dari posisi depan dan bila perlu dari samping. Lama pengambilan gambar ± 5 – 10 menit.




Gambar 2. Pengambilan gambar dengan SPECT


Bagaimana dokter spesialis kedokteran nuklir menilai hasil gambar thyroid scan ?
Dalam keadaan normal kelenjar tiroid tampak seperti gambaran kupu-kupu, terdiri dari lobus kanan dan kiri masing-masing sebesar ibu jari tangan orang dewasa. Distribusi obat radioaktif di kedua lobi rata. Bila kedua lobi membesar rata disebut sebagai struma difusa (pembesaran yang merata). Sedangkan, bila ada benjolan (tunggal atau multipel), disebut struma nodosa atau multinodosa (pembesaran dengan benjolan tunggal atau multipel). Benjolan yang menangkap obat radioaktif lebih tinggi dari jaringan sekitarnya disebut nodul/benjolan panas (hot nodule) atau nodul/benjolan hiperfungsional, dan nodul/benjolan yang kurang atau tidak menangkap radioaktivitas disebut nodul/benjolan dingin (cold nodule) atau nodul/benjolan hipofungsional. Sedangkan benjolan yang menangkap radioaktivitas sama dengan jaringan sekitarnya disebut nodul/benjolan hangat (warm nodule). Nodul/benjolan panas pada umumnya identik dengan nodul tiroid otonom; sekitar 10-30% nodul/benjolan dingin ditemukan pada proses keganasan tiroid sedangkan sisanya kista tiroid; nodul hangat tidak mempunyai arti klinis yang berarti. Selain itu, juga dapat dinilai persentase penangkapan obat radioaktif oleh kelenjar tiroid yang dapat digunakan untuk menilai fungsi kelenjar tiroid. Nilai normal uji tangkap tiroid bervariasi tergantung dari asupan iodium dalam makanan, yang dipengaruhi pula oleh keadaan geografis setempat. Nilai normal angka penangkapan tiroid di Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Nuklir RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung adalah :
-          Angka penangkapan iodium 2 jam : 2 - 15% ; 24 jam 20 – 45%
-          Angka penangkapan Tc-99m pertechnetate 15 menit : 0.5 – 5.0%


Tabel 2. Interaksi obat
JENIS OBAT
REKOMENDASI WAKTU PENGHENTIAN OBAT
Obat antitiroid (seperti; propylthiouracil, methimazole, carbimazole) dan multivitamin

3 hari untuk OAT
7 hari untuk multivitamin
Hormon tiroid (seperti; tiroksin, triiodotironin)
2 minggu untuk triiodotironin­­­­+
4-6 minggu untuk tiroksin+

Ekspektoran, rumput laut, carageen, cairan Lugol, cairan potasium iodida
2-3 minggu tergantung kandungan iodium*

Topikal iodium (povidone iodine; betadine®)
2-3 minggu*

Obat kontras radiografi
Intravena (larut dalam air)
Obat lipofilik

3-4 minggu (fungsi ginjal normal)
1 bulan

Amiodaron
3-6 bulan atau lebih lama
Interval waktu ini untuk pasien dengan hipertiroid. Untuk pasien KTB direkomendasikan 6 minggu waktu penghentian obat.
+    Interval waktu ini hanya untuk pasien KTB.



Tabel 3. Makanan yang mengandung iodium
Garam beriodium
Susu dan sejenisnya
Telur
Makanan laut
Rumput laut dan produk kelp
Roti yang mengandung iodium
Cokelat
Multivitamin mengandung iodium
Zat pewarna yang mengandung iodium









Kamis, 27 September 2012

Kedokteran Nuklir: Aman gak sih???


PROSEDUR DI KEDOKTERAN NUKLIR: AMAN???

Prosedur di Kedokteran Nuklir (KN) menggunakan obat radioaktif (sering disebut sebagai “radiofarmaka”) dalam jumlah yang sangat kecil dan digunakan untuk tujuan mendiagnosa dan mengobati penyakit. Risiko untuk radiasi sangat rendah bila dibandingkan dengan besarnya manfaat yang diperoleh dari prosedur di KN. Hingga saat ini tidak ditemukan efek samping dari prosedur di KN yang telah rutin dilakukan selama lebih dari 50 tahun. Reaksi alergi dapat terjadi walaupun sangat jarang sekali dan kalau pun ada sifatnya ringan dan sementara.



Bagaimanakah obat radioaktif diberikan kepada pasien?
Pada prosedur yang dilakukan di KN, obat radioaktif biasanya diberikan dengan cara disuntik, ditelan, atau dihisap. Obat radioaktif yang diberikan akan terakumulasi pada organ, tulang, atau jaringan. Kamera khusus (PET, SPECT, atau kamera gamma) digunakan untuk mengambil gambar dari penyebaran obat radioaktif yang ada di dalam tubuh. Penggunaan radiasi pada prosedur di KN ini aman dan merupakan prosedur yang relatif murah dalam memberikan informasi diagnostik. Obat radioaktif juga dapat diberikan untuk terapi, untuk mengobati penyakit gondok beracun (hipertiroid) dan beberapa penyakit kanker.

Berapa besar radiasi yang dapat terpapar oleh pasien pada prosedur di KN?
Karena aktivitas radiasi dari obat radioaktif yang digunakan di prosedur di KN sangat kecil sekali, maka paparan radiasi pada pasien menjadi sangat minimal. Dokter spesialis kedokteran nuklir memakai prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable) dalam menentukan dosis aktivitas radiasi yang diberikan kepada pasien untuk mencapai tingkat akurasi yang tinggi dengan memberikan paparan radiasi kepada pasien serendah mungkin. Dosis aktivitas radiasi diberikan berdasarkan berat badan, tujuan dari pemeriksaan, dan bagian tubuh yang akan diperiksa.
Pemanfaatan sumber radiasi dalam kehidupan manusia
Besarnya paparan radiasi pada hampir seluruh prosedur di KN relatif tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan prosedur lain yang menggunakan radiasi sinar-x. Hampir semua prosedur di KN memberikan paparan radiasi yang sebanding  dengan paparan radiasi yang ada di alam selama beberapa bulan.

Sebenarnya apa sih radiasi itu?
Radiasi itu adalah salah satu jenis energi. Radiasi yang paling sering dikenal adalah sinar cahaya seperti pada sinar matahari atau sinar lampu bohlam. Radiasi jenis yang lain, seperti sinar-x dan sinar gamma, sering dimanfaatkan di berbagai bidang, seperti halnya di bidang kedokteran.
Sumber paparan radiasi yang dapat ditemui sehari-hari

Paparan radiasi alami dapat berasal dari dalam bumi di batu dan tanah serta dari luar angkas dalam bentuk sinar kosmik. Bahkan di dalam tubuh manusia juga dapat dijumpai sumber radiasi dalam jumlah yang kecil. Setiap tahun, setiap manusia akan terpapar oleh radiasi alam dan radiasi dari berbagai sumber lainnya, seperti perangkat elektronik (TV, komputer, atau detektor asap kebakaran) Perjalanan udara dengan pesawat terbang juga akan meningkatkan paparan radiasi dari sinar kosmik karena level ketinggian yang meningkat dan pelindung atmosfer lebih sedikit. Secara alami paparan radiasi dari alam dan aktivitas lainnya seperti menonton TV dan perjalanan dengan pesawat terbang dapat memberiksan paparan radiasi sepanjang waktu.

Beberapa sumber paparan radiasi
Aktivitas sehari-hari
Dosis Radiasi
Menonton televisi
0.01 mSv/tahun
Perjalanan udara
0.05 mSv
Paparan radiasi rata-rata dari udara (radon)
2 mSv
Merokok (20 batang sehari)
53 mSv/tahun
Prosedur kedokteran
Foto dada
0.1 mSv
Sidik tiroid di KN
0.14 mSv
Foto panoramic gigi
0.4 mSv/tahun
Mamogram (empat sisi)
0.7 mSv
Sidik paru di KN
2 mSv
Sidik tulang di KN
4.2 mSv
Sidik perfusi jantung di KN (Tc-99m)
10 mSv
CT scan Abdomen
10 mSv
PET scan
14 mSv
Radioterapi (yang diterima oleh tumor)
50.000 mSv


Apa perbedaan prosedur di KN dengan di radiologi?
Prosedur di KN berbeda dengan prosedur di radiologi di dalam menggunakan radiasi untuk mendapatkan gambar dari organ tubuh yang akan diperiksa.
Di KN, pemeriksaan dilakukan dengan mendeteksi sinar radiasi yang berasal dari obat radioaktif yang terpancar di dalam tubuh pasien. Sebaliknya, pada pemeriksaan yang lain (seperti; rontgen dan CT scan) mendapatkan gambar dengan menggunakan pesawat yang memancarkan sinar radiasi ke tubuh pasien. Selain itu, pemeriksaan di KN dilakukan untuk mendiagnosa suatu penyakit berdasarkan perubahan biomolekuler di dalam sel atau jaringan, sedangkan pemeriksaan lain biasanya berdasarkan perubahan anatomi.
Salah satu prosedur pemeriksaan yang paling sering di KN adalah PET scan yang sering dikombinasikan dengan CT sehingga dapat memberikan informasi mengenai kondisi fungsional dan anatomi sekaligus.

Apa yang sebaiknya dipersiapkan sebelum melakukan prosedur di KN?
Dokter spesialis kedokteran nuklir (SpKN) atau petugas lainnya di KN akan membantu pasien mengenai persiapan khusus yang harus dilakukan serta informasi mengenai keamanan dan instruksi sebelum dan sesudah pemeriksaan.
Obat radioaktif memiliki waktu paruh fisik yang sangat cepat, yang berarti obat tersebut meluruh atau menurun aktivitasnya dengan cepat menjadi tidak mengandung aktivitas radiasi. Walaupun demikian, alat deteksi radiasi yang ada di bandara dapat mendeteksi aktivitas radiasi pada pasien yang baru saja melakukan prosedur di KN.
Petunjuk berikut menunjukkan hingga berapa lama aktivitas radiasi masih dapat terdeteksi pada pasien yang baru saja melakukan prosedur di KN.
Prosedur diagnostik
Pemeriksaan diagnostik di KN yang menggunakan obat radioaktif Tc-99m (technetium-99m) akan tidak terdeteksi setelah 3 atau 4 hari setelah pemeriksaan.
Fluorine-18 (F-18) yang biasanya ditempelkan dengan gula (FDG), adalah obat radioaktif yang sering digunakan pada pemeriksaan menggunakan PET scan, dan akan tidak terdeteksi setelah 1 hari pemeriksaan.
Prosedur terapi
Iodium radioaktif (NaI-131) sering digunakan untuk mengobati penyakit gondok beracun (hipertiroid), kanker tiroid, limfoma, dan neuroendokri tumor akan tidak terdeteksi paling lama 3 bulan setelah terapi.

Apakah prosedur di KN aman dilakukan pada anak-anak?
Prosedur di KN telah lama dilakukan pada bayi dan anak-anak sejak tanpa ada efek samping yang diketahui sampai saat ini. Pemeriksaan fungsional dan dosis radiasi yang rendah membuat prosedur di KN menjadi aman dan efektif untuk dilakukan pada anak-anak. Prosedur di KN memberikan paparan radiasiyang sangat kecil kepada anak-anak dan sama rendahnya dengan prosedur diagnostik yang rutin dilakukan pada pemeriksaan rontgen. Besarnya paparan radiasi tergantung dari jenis pemeriksaannya.

Apakah prosedur di KN aman untuk wanita hamil?
Wanita yang hamil atau dicurigai hamil dan menyusui harus memberitahukan kepada dokter atau teknologis (radiografer) sebelum dilakukan prosedur di KN sehingga perhatian dan perawatan khusus dilakukan untuk ibu dan anaknya. Beberapa obat radioaktif yang digunakan pada prosedur di KN dapat melalui plasenta dan kelenjar susu, sehingga penting untuk pasien yang hamil dan menyusui untuk memberitahukan hal ini kepada dokter dan petugas lainnya.




Sumber: www.snm.org

Rabu, 26 September 2012

PEDOMAN UNTUK PROSEDUR PEMBERIAN TERAPI DENGAN NaI-131 PADA PENYAKIT TIROID



I.       TUJUAN
Pedoman ini bertujuan untuk membantu klinisi dalam merawat pasien dengan penyakit tiroid baik itu untuk penyakit tiroid yang jinak maupun yang ganas, terutama untuk pedoman bagi spesialis kedokteran nuklir dalam memberikan terapi iodium radioaktif (NaI-131).  Di dalam pedoman ini juga akan dibahas mengenai penilaian pasien dengan penyakit tiroid yang akan diberikan terapi NaI-131, tatalaksana pemberian terapi NaI-131, dan pemahaman tentang akibat yang dapat ditimbulkan dari pemberian terapi NaI-131.

II.    LATAR BELAKANG
Iodium radioaktif, dalam hal ini I-131, mempunyai perangai biokimia yang sama dengan iodium stabil/non-radioaktif (I-127), yaitu hampir seluruhnya akan ditangkap (uptake) dan diakumulasi di kelenjar tiroid. Iodium radioaktif memiliki sifat fisik yang mampu memancarkan sinar beta dan gamma. Melalui sinar gamma yang dipancarkan, I-131 dapat digunakan untuk pencitraan (imaging) kelenjar tiroid. Sedangkan sinar beta dapat digunakan untuk terapi karena kemampuannya mengablasi sel-sel folikel tiroid yang fungsional.
Iodida merupakan bahan baku pembentukan hormon tiroid yang dalam proses pembentukannya akan menjalani 2 tahapan penting, yaitu trapping (pengumpulan) dan organifikasi. Kemampuan jaringan tiroid dalam menangkap (uptake) iodida tersebut menggambarkan kinetikanya dalam kelenjar tiroid, dan secara tidak langsung menggambarkan pula fungsi dari kelenjar tiroid tersebut.
Terapi penyakit tiroid jinak maupun ganas dengan I-131 merupakan modalitas yang telah digunakan secara luas sejak tahun 1940-an. Energi radiasi dari sinar beta yang dimiliki oleh I-131 akan mengablasi jaringan tiroid fungsional sehingga diharapkan produksi hormon tiroid dan ukuran dari kelenjar tiroid akan berkurang. Yang dimaksud dengan penyakit tiroid jinak adalah hipertiroidi dan struma multinodosa atau struma difusa non-toksik. Di Amerika Serikat terapi NaI-131 merupakan terapi pilihan pertama untuk pasien dengan hipertiroidi; namun di Eropa dan Jepang terapi NaI-131 baru dilakukan apabila terjadi kegagalan dengan obat anti-tiroid (OAT).
Penyakit keganasan tiroid yang dapat diberikan terapi NaI-131 adalah karsinoma tiroid berdiferensiasi baik (KTB). KTB merupakan keganasan yang berasal dari jaringan epitel folikel tiroid dan masih dapat mensintesis tiroglobulin dan mengakumulasi iodium. KTB dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan histopatologis yaitu folikuler, papilifer, dan campuran. Terapi utama dari KTB adalah tiroidektomi total, dilanjutkan dengan terapi adjuvan yaitu ablasi menggunakan NaI-131 dan terapi supresi hormon tiroid. Kombinasi tiroidektomi total, ablasi dengan NaI-131, dan supresi dengan hormon tiroid terbukti dapat menurunkan angka kekambuhan dan meningkatkan angka harapan hidup dari penderitan dengan KTB. Terapi NaI-131 pada KTB diberikan berdasarkan pada stratifikasi risiko.
Dokter yang bertanggung jawab dalam memberikan terapi pada pasien dengan penyakit tiroid tersebut harus dapat memahami patofisiologi klinis dan proses penyakitnya serta harus dapat bekerja sama dengan dokter spesialis lain yang terlibat dalam penatalaksanaan pasien tersebut. Di Amerika Serikat, dokter yang dapat memberikan terapi NaI-131 adalah dokter spesialis kedokteran nuklir, radiologi, radioterapi, atau dokter yang memiliki sertifikat pelatihan dan kompetensi serta pengalaman dalam melakukan pemberian terapi NaI-131 secara aman. Di Eropa, dokter yang dapat memberikan terapi NaI-131 adalah dokter spesialis kedokteran nuklir atau radioterapi. Di Indonesia, berdasarkan permenkes No.008 tahun 2009, dokter yang dapat memberikan terapi NaI-131 adalah dokter spesialis kedokteran nuklir.
Izin kepemilikan NaI-131 dan peraturan mengenai batas paparan radiasi pada pasien yang diberikan terapi NaI-131 bervariasi antar negara. Dokter yang memberikan terapi NaI-131 haruslah mengetahui dan mematuhi semua hukum dan peraturan yang ada di negara tersebut.
Fasilitas tempat pemberian terapi NaI-131 harus memiliki personil paramedis yang berkompeten, peralatan keselamatan radiasi, dan prosedur mengenai penanganan sampah dan limbah radiasi, pengawasan staf personil terhadap risiko kecelakaan kontaminasi, dan pengaturan dari pencemaran udara dari NaI-131.

III. DEFINISI
·         I-131 adalah suatu radionuklida yang memancarkan partikel beta dengan waktu paruh 8.1 hari, dan juga memiliki energi sinar gamma sebesar 364 KeV dan energi maksimum dari partikel beta sebesar 0.61 MeV, dan jarak penetrasi terhadap jaringan berkisar 0.8 mm.
·         Terapi iodium radioaktif adalah pemberian NaI-131 (I-131 disenyawakan dengan Na) secara oral.
·         Penyakit tiroid jinak adalah Graves (struma difusa toksik), struma nodusa/multinodosa toksik dan nontoksik, dan nodul tiroid otonom (NTO) toksik maupun nontoksik.
·         Penyakit tiroid ganas adalah karsinoma tiroid berdiferensiasi yang mampu mensintesis tiroglobulin dan menangkap NaI-131.
IV.             INDIKASI dan KONTRAINDIKASI TERAPI NaI-131
A.  INDIKASI
1.      Penyakit tiroid jinak
·         Hipertiroidi;
·         Nodul tiroid otonom (NTO), toksik atau non-toksik;
·         Struma multinodosa nontoksik.
2.      Keganasan tiroid
·         Terapi adjuvan karsinoma tiroid berdiferensiasi pasca-tiroidektomi total;
·         Metastasis karsinoma tiroid berdiferensiasi pasca-tiroidektomi total.
B.  KONTRAINDIKASI
Terapi NaI-131 tidak boleh diberikan pada penderita yang sedang hamil dan menyusui.

A.       TATALAKSANA
A.    Persiapan Pasien
1.      Untuk semua penderita
a.       Penderita harus menghentikan konsumsi obat yang mengandung iodium, suplemen iodium, hormon tiroid, dan obat lainnya yang berpotensi mempengaruhi penangkapan NaI-131 di jaringan tiroid dalam waktu yang telah ditentukan. (lihat lampiran tabel 1);
b.      Penderita diminta untuk mengkonsumsi makanan rendah iodium selama 7 – 10 hari sebelum terapi NaI-131 untuk meningkatkan kemampuan jaringan tiroid menangkap NaI-131 (lihat lampiran tabel 2);
c.       Sebelum diberikan terapi NaI-131, penderita diminta puasa minimal 6 – 8 jam untuk mengoptimalkan penyerapan NaI-131 di dalam saluran cerna dan baru boleh makan satu jam setelah pemberian NaI-131;
d.      Sebelum diberikan terapi NaI-131, penderita wanita usia produktif harus yakin bahwa dia sedang tidak hamil; bila perlu dilakukan tes kehamilan;
e.       Dokter yang memberikan NaI-131 harus memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai prosedur, pengobatan, hasil yang diharapkan dari terapi NaI-131 dan efek samping yang mungkin terjadi.
f.       Surat persetujuan (informed consent) harus ditandatangani pasien sebelum pemberian terapi NaI-131.


2.      Untuk penderita penyakit tiroid jinak
a.       Hasil pemeriksaan kadar hormon tiroid (T4 bebas dan T3 bebas) dan thyroid stimulating hormone (TSH) yang terkini harus tersedia.
b.      Kemampuan penangkapan NaI-131 oleh kelenjar tiroid diketahui melalui pemeriksaan radioiodine uptake (RAIU), atau secara kualitatif melalui pemeriksaan sidik tiroid. Pemeriksaan ini akan membedakan antara hipertiroidi dari penyebab tirotoksikosis lainnya.
c.       Pada keadaan tertentu, misalnya pada penderita berusia lanjut, penyakit kardiovaskuler, struma multinodosa yang besar dan mendapat terapi NaI-131 dalam dosis tinggi, atau penyakit sistemik berat lainnya, maka pemberian OAT pre-terapi NaI-131 dapat diberikan untuk menurunkan kadar hormon tiroid.
d.      OAT dihentikan paling kurang 5 hari sebelum pemberian terapi NaI-131 dan dapat dilanjutkan kembali 5 hari sesudahnya.
e.       Obat penyekat beta (beta-blocker) dapat diberikan untuk mengendalikan gejala hipertiroidi; obat penyekat beta ini tidak perlu dihentikan pada saat pemberian terapi NaI-131.
f.       Surat persetujuan (informed consent) harus menjelaskan hal-hal di bawah ini:
·         Kemungkinan diperlukan pemberian terapi NaI-131 lebih dari 1 kali
·         Kemungkinan terjadinya hipotiroidi setelah terapi NaI-131 yang memerlukan pengobatan dengan hormon tiroid seumur hidup sebagai pengganti.
·         Kemungkinan timbulnya atau perburukan dari oftalpmopati.
·         Kemungkinan terjadinya rasa tidak nyaman di leher yang bersifat sementara atau perburukan gejala hipertiroidi (walaupun sangat jarang) yang disebabkan oleh tiroiditis akibat radiasi.

3.      Untuk penderita keganasan tiroid
a.       Sebelum terapi NaI-131, konsumsi hormon tiroid terlebih dahulu harus dihentikan selama 4–6 minggu (atau bila mengkonsumsi T3 cukup dihentikan selama 2 minggu), tujuannya untuk meningkatkan kadar serum TSH menjadi > 30 uIU/mL. Peningkatan kadar serum TSH tidak akan terjadi bila volume sisa jaringan tiroid fungsional masih cukup besar;
b.      Penghentian konsumsi hormon tiroid tidak perlu dilakukan bila diberikan recombinant human TSH (rhTSH), sehingga hipotiroidi dapat dicegah;
c.       Foto rontgen thoraks dan pemeriksaan darah rutin serta hitung jenis perlu dilakukan sebelum pemberian terapi NaI-131. Foto rontgen thoraks diperlukan untuk mengetahui terjadinya metastasis yang terjadi di paru, sedangkan pemeriksaan darah rutin dan hitung jenis diperlukan untuk mengetahui terjadi supresi hematologi di sumsum tulang;
d.      Hasil pemeriksaan TSH yang terkini dan laporan operasi serta hasil histopatologi harus tersedia pada penderita pasca-tiroidektomi total;
e.       Parameter yang digunakan untuk menilai keberhasilan terapi NaI-131 pada penderita karsinoma tiroid berdiferensiasi adalah kadar tiroglobulin serum dengan syarat antibodi antitiroglobulin negatif, para pakar umumnya sepakat kadar tiroglobulin > 3 ng/dL menunjukkan masih adanya sisa jaringan tiroid atau metastasis yang fungsional.
f.       Pemantauan setelah terapi (operasi maupun ablasi dengan NaI-131) untuk mendeteksi sisa jaringan tiroid atau metastasis atau kekambuhan melalui pencitraan NaI-131 diagnostik tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan efek stunning pada jaringan tiroid, yang akan menyebabkan resistensi terhadap pemberian terapi NaI-131 berikutnya; sebagai alternatif dapat digunakan radiofarmaka lainnya (seperti: Tc-99m MIBI, dll) atau pencitraan dengan menggunakan PET FDG;
g.      Surat persetujuan (informed consent) harus menjelaskan hal-hal dibawah ini:
·         Tujuan pemberian terapi NaI-131 adalah untuk menghancurkan sisa jaringan tiroid fungsional dan keganasan tiroid.
·         Kemungkinan diperlukan pemberian terapi NaI-131 lebih dari 1 kali
·         Efek samping dapat termasuk mual, terkadang hingga muntah, nyeri di kelenjar saliva, berkurangnya cairan saliva dan kemampuan mengecap, nyeri dan bengkak pada leher bila jumlah sisa jaringan tiroid masih banyak, dan penurunan sel darah putih yang mengakibatkan peningkatan risiko terjadinya infeksi; efek samping tersebut bersifat sementara dan akan hilang dengan sendirinya.

B.     Pemberian terapi NaI-131
1.      Untuk semua penderita
a.       Dokter yang merawat harus mendapatkan riwayat kesehatan penderita yang berhubungan dengan penyakit tiroid dan melaksanakan pemeriksaan fisik secara langsung;
b.      Dosis kumulatif dari NaI-131 yang telah diberikan kepada penderita harus dicatat ke dalam rekam medis;
c.       Dokter yang merawat harus memastikan bahwa pemeriksaan laboratorium yang tepat telah dilaksanakan dan dianalisa;
d.      Identitas penderita harus dicatat dengan benar untuk menghindari kesalahan, hal ini disesuaikan dengan kebijakan di rumah sakit tersebut.
e.       Terapi dengan NaI-131 dapat diberikan dalam bentuk cairan atau di dalam kapsul, namun dosis aktivitas tetap harus dipastikan sebelum diberikan kepada penderita. Apabila diberikan dalam bentuk cairan maka harus dilakukan tindakan untuk mengurangi penguapan selama proses persiapan radiofarmaka dengan cara menyediakan sistim penyaring yang baik dan segera diberikan kepada penderita;
f.       Dosimetri radiasi untuk pasien dewasa dapat dilihat pada lampiran tabel 3 dan 4.

2.      Pemilihan dosis untuk penderita hipertiroidi
Berbagai metode dalam menentukan dosis aktivitas NaI-131 telah digunakan pada penderita dengan hipertiroidi. Metode yang sering digunakan di Amerika Serikat adalah menggunakan perkiraan ukuran kelenjar tiroid dan hasil RAIU 24 jam untuk menghitung jumlah aktivitas NaI-131 yang diinginkan di kelenjar tiroid. Aktivitas NaI-131 yang diinginkan adalah 2.96 – 7.4 MBq (8 - 200 uCi)/gram jaringan tiroid. Dosis radiasi di kelenjar tiroid dipengaruhi oleh RAIU serta waktu paruh biologis dan efektif dari NaI-131. Waktu paruh biologis ini sangat bervariasi. Batas atas dosis aktivitas di kelenjar tiroid (7.4 MBq/gram [200 uCi/gram]) dapat digunakan untuk penderita dengan struma nodosa, struma difusa toksik berukuran sangat besar, dan pemberian ulang terapi. Di Eropa dan Indonesia, dosis NaI-131 yang diberikan berdasarkan dosis empiris (185 - 555 MBq [5 – 15 mCi]).

3.      Pemilihan dosis untuk penderita keganasan tiroid
a.       Berbagai metode telah digunakan untuk menentukan dosis aktivitas NaI-131 untuk penderita dengan keganasan tiroid, diantaranya adalah:
·         Untuk ablasi sisa jaringan tiroid pasca-operasi, aktivitas NaI-31 yang dapat diberikan berkisar antara 2.75 – 5.5 GBq (75-150 mCi) tergantung dari RAIU dan jumlah sisa jaringan tiroid.
·         Untuk terapi sisa keganasan tiroid dan metastasis kelenjar getah bening di leher dan mediastinum, aktivitas NaI-131 yang dapat diberikan berkisar antara 5.55 – 7.4 GBq (150 – 200 mCi).
·         Untuk terapi metastasis jauh, aktivitas NaI-131 yang dapat diberikan biasanya > 7.4 GBq (> 200 mCi).
·         Dosis radiasi terhadap sumsum tulang membatasi pemberian NaI-131; beberapa ahli menyarankan paparan radiasi terhadap sumsum tulang tidak melebihi 200 rad. Dosimetri yang lebih tepat diperlukan pada penderita yang akan mendapat terapi NaI-131 dalam dosis yang sangat besar;
·         Untuk mengurangi toksisitas, retensi NaI-131 di dalam tubuh pada 48 jam pasca pemberian harus < 4.44 GBq (120 mCi) atau < 2.96 GBq (80 mCi) jika terdapat metastasis paru yang difus;
·         Dosis kumulatif maksimal dari NaI-131 yang dapat diberikan adalah sebanyak 1 (satu) Curie (Ci).
b.      Pemberian lithium karbonat secara oral dapat memperpanjang waktu paruh biologis dari NaI-131 dan dapat berguna pada penderita yang memiliki metabolisme iodium yang cepat;
c.       Penderita harus banyak minum selama beberapa hari (untuk meningkatkan frekuensi dan volume berkemih) dan peningkatan aliran kelenjar saliva (dengan menggunakan permen asam) dapat membantu mengurangi paparan radiasi di kandung kemih dan kelenjar saliva. Penderita disarankan untuk buang air besar minimal 1 kali dalam sehari untuk mengurangi paparan radiasi di dalam usus besar, yang dapat dilakukan dengan memberikan pencahar.
d.      Paling tidak 1 minggu setelah pemberian terapi NaI-131 harus dilakukan pencitraan untuk tujuan staging.

C.       Perawatan untuk penderita keganasan tiroid
1.      Penderita harus menghindari bertemu dengan orang lain untuk mengurangi paparan radiasi yang tidak perlu kepada mereka sehingga penderita perlu dirawat isolasi; instruksi tertulis perlu diberikan kepada pasien.
2.      Setelah mendapat terapi NaI-131, penderita tidak boleh hamil selama paling kurang 6 bulan (penderita hipertiroidi) dan 12 bulan (penderita KTB);
3.      Jika penderita harus dirawat inap (isolasi), staf keperawatan harus dapat menjalankan prosedur keselamatan radiasi dengan baik. Staf keperawatan yang terlatih harus dilengkapi dengan alat pemantau radiasi yang baik (film badge, dosimeter, dll);
4.      Penderita diperkenankan pulang bila paparan radiasi sudah dalam batas yang aman (< 1 mrad/jam/m);
5.      Setiap penyakit penyerta lain harus dicatat dan perencanaan untuk penanganan kasus kedaruratan pada saat perawatan (isolasi) harus disiapkan. Pada keadaan darurat, penanganan kedaruratan harus diprioritaskan terlebih dahulu sebelum masalah mengenai paparan radiasi;
6.      Pemantauan radiasi harus dilakukan secara rutin oleh dokter yang merawat;
7.      Laporan untuk dokter pengirim perlu dibuat dengan mencantumkan prosedur pemberian terapi NaI-131, data riwayat penderita yang penting, hasil pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, saran mengenai terapi supresi hormon tiroid dan pemeriksaan untuk pemantauan pasca-terapi NaI-131 serta menjelaskan bahwa informed consent telah diperoleh sebelum pemberian terapi NaI-131.
8.      Satu minggu setelah pemberian terapi NaI-131, penderita diberikan terapi supresi hormon tiroid dengan dosis awal 100 mikrogram per hari, dan penyesuaian dosis hormon tiroid berdasarkan pemeriksaan kadar TSH 1 bulan kemudian.

V.    PEMANTAUAN
1.      Untuk penderita dengan hipertiroidi
Efek samping yang mungkin dapat terjadi pada penderita hipertiroidi setelah terapi dengan NaI-131 antara lain adalah:
a.       Eksaserbasi tirotoksikosis yang jarang terjadi (biasanya terjadi dalam satu minggu setelah terapi);
b.      Pembengkakan di daerah tiroid dan mulut kering (biasanya ringan dan dapat hilang sendiri);
c.       Hipotiroidi sementara (biasanya 3-6 bulan pasca pengobatan);
d.      Hipotiroidi menetap (dipantau dengan menentukan kadar serum TSH dan free T4 secara periodik 3-6 bulan sekali);
e.       Bila dalam 3-6 bulan belum menunjukan adanya perbaikan secara klinis maupun hasil laboratorium, terapi dengan NaI-131 dapat diulang kembali.

2.      Untuk pasien dengan keganasan tiroid
a.       Pemeriksaan kadar TSH, tiroglobulin, dan antibodi anti-tiroglobulin serta ultrasonografi (USG) leher dilakukan setiap 6 bulan sekali. Pemeriksaan dilakukan dengan sebelumnya menghentikan pemberian terapi supresi hormon tiroid selama 4 – 6 minggu dengan tujuan meningkatkan kadar serum TSH 10 kali dari batas atas nilai normal (> 30 uIU/ml);
b.      Bila kadar TSH > 30 uIU/L dan kadar tiroglobulin < 3 ng/dL serta titer antibodi anti-tiroglobulin negatif, maka ini menunjukkan tidak ada lagi sisa jaringan tiroid fungsional atau metastasis; akan tetapi bila kadar tiroglobulin > 3 ng/dL serta antibodi anti-tiroglobulin positif, maka perlu dilakukan pencitraan NaI-131 diagnostik untuk  mendeteksi lokasi dari keganasan;
c.       Bila pencitraan NaI-131 diagnostik positif, kadar TSH dan tiroglobulin tinggi (> 3 ng/dL), maka penderita diberikan lagi terapi NaI-131 dengan dosis 5.55 – 7.4 GBq (150 - 200 mCi) dan dirawat di kamar isolasi;
d.      Penderita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan yang sama setiap 6 bulan sekali sampai dinyatakan ” bersih”  dengan kadar tiroglobulin terstimulasi < 3 ng/dl (TSH > 30 uIU/L) dan antibodi anti-tiroglobulin negatif.
e.       Bila kadar serum tiroglobulin terstimulasi tetap tinggi, walaupun pencitraan NaI-131 negatif, merupakan indikasi untuk melanjutkan terapi NaI-131. Dosis NaI-131 kumulatif maksimal yang dapat diberikan adalah sebanyak 1 (satu) Curie.
f.       Bila dalam 2 kali waktu pemantauan (setiap 6 bulan) berturut-turut hasil pemeriksaan baik, maka interval waktu pemantauan akan diperpanjang menjadi setiap 1-2 tahun sekali. Bila dalam 2 (dua) kali waktu pemantauan berikutnya (setiap 2 tahun) hasil pemeriksaan tetap baik, maka pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan pemantauan kembali setiap 5 tahun sekali;
g.      Bila dosis kumulatif telah mencapai 1 (satu) Curie, tetapi kadar tiroglobulin terstimulasi tetap tinggi (dengan kadar TSH tinggi dan antibodi anti-tiroglobulin negatif), maka penderita dinyatakan gagal dengan terapi NaI-131 dan perlu diberikan cara terapi yang lain.


VI. REFERENSI
1.      Meier DA, Brill DR, Becker DV, Clarke SEM, Silberstein EB, Royal HD, et al. Procedure guideline for therapy of thyroid disease with Iodine-131. J Nucl Med 2002; 43: 856-861.
2.      Masjhur JS, Kartamihardja AHS. Buku Pedoman Tatalaksana Diagnostik dan Terapi Kedokteran Nukir. Rumah Sakit Hasan Sadikin/Bagian Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Bandung.
3.      Cooper DS, Doherty GM, Haugen BR, Kloos RT, Lee SL, Mandel SJ, et al. ATA (American Thyroid Association) Management Guidelines for Patients with Thyroid Nodules and Differentiated Thyroid Cancer. Thyroid  2009;19:1167-99.
4.      Bahn RS, Burch HB, Cooper DS, Garber JR, Greenlee MC, Klein I. Hyperthyroidism and other causes of thyrotoxicosis: Management guidelines of the American Thyroid Association and American Association of Clinical Endocrinologists. Endocr Pract. 2011;17(3).


















Lampiran
Tabel 1. Interaksi obat
JENIS OBAT
REKOMENDASI WAKTU PENGHENTIAN OBAT
Obat antitiroid (seperti; propylthiouracil, methimazole, carbimazole) dan multivitamin

3 hari untuk OAT
7 hari untuk multivitamin
Hormon tiroid (seperti; tiroksin, triiodotironin)
2 minggu untuk triiodotironin­­­­+
4-6 minggu untuk tiroksin+

Ekspektoran, rumput laut, carageen, cairan Lugol, cairan potasium iodida
2-3 minggu tergantung kandungan iodium*

Topikal iodium (povidone iodine; betadine®)
2-3 minggu*

Obat kontras radiografi
*        Intravena (larut dalam air)
*        Obat lipofilik

3-4 minggu (fungsi ginjal normal)
1 bulan

Amiodaron
3-6 bulan atau lebih lama
*      Interval waktu ini untuk pasien dengan hipertiroid. Untuk pasien KTB direkomendasikan 6 minggu waktu penghentian obat.
+    Interval waktu ini hanya untuk pasien KTB.



Tabel 2. Makanan yang mengandung iodium
Garam beriodium
Susu dan sejenisnya
Telur
Makanan laut
Rumput laut dan produk kelp
Roti yang mengandung iodium
Cokelat
Multivitamin mengandung iodium
Zat pewarna yang mengandung iodium









Tabel 3. Dosis serap radiasi
Organ
mGy/MBq
Rad/mCi
Dianggap tidak ada penangkapan di lapang tiroid (atirotik)*
Kandung kemih
Dinding kolon bagian bawah
Ginjal
Ovarium
Testis
Lambung


0.610
0.043
0.065
0.042
0.037
0.034


2.3
0.16
0.24
0.16
0.14
0.13
Dianggap uptake di tiroid 55% dan berat kelenjar tiroid 20 gram+
Tiroid
Kandung kemih
Payudara
Dinding kolon bagian atas
Ovarium
Testis


790
0.290
0.091
0.058
0.041
0.026


2.933
1.1
0.34
0.21
0.15
0.10
*         Dari ICRP 53, hal. 275
+      Dari ICRP 53, hal. 278




Tabel 4. Dosis radiasi di sumsum tulang untuk NaI-131
dosis aktivitas 74 – 7.400 MBq (2 – 200 mCi)*
Uptake tiroid (%)
Dewasa
mGy/MBq (rad/mCi)
Anak (10 tahun)
mGy/MBq (rad/mCi)
0
5
35
45
55
0.035 (0.13)
0.038 (0.14)
0.086 (0.32)
0.100 (0.37)
0.120 (0.45)
0.065 (0.25)
0.070 (0.26)
0.160 (0.59)
0.190 (0.70)
0.220 (0.81)
*         Dosis dapat bervariasi tergantung dari waktu paruh efektif di seluruh tubuh. (Dari ICRP 53, hal. 275-278)