Penentuan stadium pada kanker payudara, baik itu sebelum terapi maupun
setelah terapi, sangat penting untuk dilakukan karena sangat menentukan
penatalaksanaan pasien tersebut. Penentuan stadium pada kanker payudara dinilai
berdasarkan karakteristik tumornya, seperti ukuran dan lokasinya, penyebaran ke
kelenjar getah bening lokal maupun regional, dan penyebaran ke organ lain.
Selain itu, penilaian respon terapi juga perlu dilakukan sejak awal
pemberian kemoterapi, karena dapat merubah penatalaksanaan pasien kanker
payudara sejak awal. Penilaian respon kemoterapi sejak awal ini juga dilakukan
untuk menghindari efek samping dan biaya yang tidak perlu untuk kemoterapi yang sejak awal diprediksi tidak akan efektif. Oleh sebab itu, pemeriksaan yang sangat akurat
dan teliti penting dilakukan dalam menentukan stadium awal sebelum terapi, penilaian respon terhadap kemoterapi, maupun deteksi kekambuhan pada saat pemantauan.
Positron Emission Tomography (PET)/Computed
Tomography merupakan salah satu modalitas molecular imaging (pencitraan molekuler) yang berperan penting dalam penentuan stadium
penyakit kanker. pencitraan molekuler) yang berperan penting dalam penentuan stadium
penyakit kanker. PET/CT
adalah kamera hybrid yang
mengkombinasikan dua kamera, PET dan CT, menjadi satu modalitas pemeriksaan imaging. PET/CT menggunakan obat radioaktif FDG (2-[fluorine 18]fluoro-2-deoxy-D-glucose)
yang disuntikan ke dalam tubuh dan diakumulasi di dalam
sel, sehingga
PET/CT FDG dapat menilai tingkat aktivitas metabolisme dari sel tersebut. FDG
merupakan suatu senyawa gula yang memancarkan sinar gamma dan dapat direkam oleh kamera. Gambar yang dihasilkan PET dapat
diproses menjadi gambar 3 dimensi untuk seluruh tubuh.
Pada sel kanker, kebutuhan gula sangat tinggi untuk memenuhi energi sel kanker yang
tumbuh sangat cepat sehingga metabolisme gula
pada sel kanker akan menjadi tinggi. Mekanisme inilah yang menjadi dasar dari
teknologi PET dengan menggunakan FDG sebagai obat radioaktif dalam mendeteksi
adanya sel kanker.
PET/CT pada pemeriksaan awal kanker
payudara1
Akumulasi FDG yang tinggi dapat meningkatkan kemampuan diagnostik dari
PET/CT. Akumulasi FDG pada sel kanker payudara tergantung pada beberapa faktor
terutama pada karakteristik jaringan dan biologis dari sel kanker payudara
tersebut. Intensitas akumulasi FDG ini berhubungan erat dengan tipe kanker
payudara yang agresif serta prognosis dan respon yang buruk terhadap
pengobatan.
Tabel karakteristik akumulasi FDG pada
kanker payudara
Akumulasi FDG Tinggi
|
Akumulasi FDG Rendah
|
Ductal
(median SUV 6.6)
|
Lobular
(median SUV 3.4)
|
Metaplastic
(median SUV 1.9)
|
|
Ki-67 (indeks
proliferasi) tinggi
|
Ki-67 rendah
|
Reseptor
estrogen/progesteron (-)
|
Reseptor
estrogen/progesteron (+)
|
Triple-negative
breast cancer
|
|
p53 positive
|
p53 negative
|
Grade 3 (SUV
9.7)
|
Grade 1-2
(SUV: 4.8)
|
Dimodifikasi dari Groheux D, Espié M, Giacchetti
S, Hindié E. Performance of FDG PET/CT in the Clinical Management of Breast
Cancer. Radiology. 2013;266(2):388-405
PET/CT FDG memiliki keterbatasan untuk membedakan tumor payudara ganas
dengan jinak, terutama pada tumor berukuran kecil. Akumulasi FDG tidak hanya
dapat terlihat pada keganasan tapi juga pada proses inflamasi. Walaupun
beberapa ahli menyampaikan bahwa kemampuan diagnostik PET/CT FDG dalam membedakan
tumor ganas dengan jinak dapat meningkat dengan metode dual-time imaging. Scanning
delayed pada metode ini dilakukan
saat 2 jam setelah penyuntikan FDG. Pada tumor ganas, akumulasi FDG akan terus
meningkat, sedangkan pada lesi inflamasi akumulasi FDG akan cenderung stabil
atau menurun. Namun, manfaat metode dual-time
imaging ini masih memerlukan konfirmasi dengan data klinis yang lebih
besar.
PET/CT juga memiliki keterbatasan dalam penentuan batas dan ukuran tumor
payudara. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
memiliki kemampuan diagnosa yang lebih baik dibandingkan dengan PET/CT dalam
menentukan pasien yang memerlukan tindakan operasi payudara radikal.
PET/CT FDG tidak dapat menggantikan biopsi dalam penegakkan diagnosis
kanker payudara. Namun, PET/CT FDG dapat mengarahkan target lokasi untuk
biopsi. PET/CT FDG juga kurang baik dalam mendeteksi keterlibatan kelenjar
getah bening lokal di pada kanker payudara. PET/CT FDG tidak dapat menggantikan
posisi sentinel node biopsy dalam
menentukan keterlibatan kelenjar getah bening lokal. Ultrasonongrafi (USG) dan
MRI memiliki kemampuan diagnostik yang lebih baik dalam mendeteksi keterlibatan
kelenjar getah bening pada kanker payudara.
PET/CT FDG bermanfaat dalam penilaian tumor payudara berukuran besar (tumor
> 3cm atau stadium IIB ke atas) karena memiliki kelebihan dalam mendeteksi
metastasis jauh pada organ lain. PET/CT juga mampu mendeteksi kelenjar getah
bening lain di luar aksila dan mamaria interna, yang dapat mempengaruhi stadium
dan pilihan terapi awal.
PET/CT sangat penting dalam menentukan stadium awal pada kanker payudara
terutama dalam menentukan keberadaan metastasis jauh di organ lain. PET/CT
memiliki keunggulan dalam mendeteksi lesi osteolitik dari metastasis tulang,
walaupun tidak dapat menyingkirkan kemungkinan metastasis tulang pada lesi
osteoblastik yang tidak menangkap FDG. Oleh sebab itu, osteoblastic mapping dengan bone
scan tetaplah diperlukan pada pasien kanker payudara. Karena akumulasi FDG
fisiologis yang tinggi di otak sehingga menyulitkan dalam penilaian metastasis
otak dari PET/CT FDG. MRI lebih disarankan untuk penilaian metastasis di otak.
Nodul di bawah 1-cm dan pergerakan pernafasan juga dapat membuat PET/CT FDG
kurang sensitif dalam mendeteksi metastasis di paru. Teknik scanning standard untuk CT thorak perlu
dilakukan pada pasien yang dicurigai memiliki metastasis paru.
PET/CT pada pemantauan kanker payudara
Setelah pengobatan, pasien kanker payudara akan dicurigai mengalami kekambuhan
berdasarkan tanda dan gejala klinis, pemeriksaan imaging, dan penanda tumor (kadar Ca 15-3 dan CEA dalam darah).
PET/CT FDG sangat bermanfaat dalam mendeteksi kekambuhan dan menentukan ulang
stadium kanker payudara. PET/CT FDG lebih baik dibandingkan modalitas imaging konvensional lainnya (CT, bone
scan, dan USG) dalam mendeteksi kekambuhan lokal regional maupun metastasis
jauh dengan tingkat akurasi sebesar 60 – 98%. Kemampuan yang baik dari PET/CT
FDG ini dapat merubah tatalaksana pasien kanker payudara yang tidak memiliki
tanda dan gejala untuk kekambuhan namun memiliki kadar penanda tumor yang
meningkat. PET/CT FDG mampu mendeteksi kekambuhan lebih awal dari modalitas imaging konvensional lainnya.
PET/CT FDG interim untuk memprediksi
keberhasilan kemoterapi pada kanker payudara
Kemoterapi merupakan salah satu pilihan pengobatan kanker payudara.
Kemoterapi adjuvan diberikan setelah operasi tumor payudara untuk membersihkan sel
kanker yang tersisa. Kemoterapi neoadjuvan merupakan terapi pilihan pertama
pada pasien kanker payudara yang tidak dapat dioperasi atau kanker payudara
dengan inflamasi. Kemoterapi neoadjuvan juga dapat diberikan pada kanker
payudara yang dapat dioperasi namun berukuran besar, dengan tujuan untuk mempertahankan
bentuk payudara seoptimal mungkin. Keberhasilan dari kemoterapi ini berkaitan
dengan perbaikan angka survival kanker payudara. Oleh sebab itu, keberhasilan
dari kemoterapi harus dapat diprediksi sejak awal pemberian kemoterapi sehingga
dapat merubah strategi pengobatan sejak awal jika kemoterapi neoadjuvan dinilai
tidak akan efektif.
PET/CT FDG merupakan modalitas molecular
imaging seluruh tubuh yang menilai tingkat aktivitas metabolisme (SUVmax)
pada sel. Pada kemoterapi neoadjuvan yang efektif, maka akan terjadi penurunan
aktivitas metabolisme lebih awal dibandingkan perubahan pada ukuran tumor,
bahkan pada beberapa tumor dapat tidak mengalami perubahan ukuran walaupun
secara metabolisme sudah tidak aktif lagi. PET/CT FDG interim yang dilakukan
setelah 1-2 siklus kemoterapi neoadjuvan bertujuan tidak hanya untuk menilai
efektivitas terapi tapi juga untuk memprediksi keberhasilannya. SUVmax pada
PET/CT FDG interim akan dibandingkan dengan PET/CT FDG praterapi, respon
parsial dari kemoterapi neoadjuvan terjadi jika penurunan SUVmax lebih dari
25%. PET/CT FDG interim ini akan sangat bermanfaat jika dilakukan pada tumor
payudara praterapi dengan SUVmax yang tinggi, karena aktivitas metabolik yang
rendah pada tumor praterapi merupakan indikator resistensi dari kemoterapi.
PET/CT FDG untuk menilai keberhasilan
terapi hormonal
Ada suatu fenomena yang berbeda ketika PET/CT FDG digunakan untuk
menilai keberhasilan terapi hormonal pada kanker payudara. Fenomena ini disebut
sebagai fenomena metabolic flare,
dimana terjadi peningkatan aktivitas metabolisme pada beberapa hari pertama
setelah terapi hormonal. Hal ini merupakan indikator yang baik terhadap respon
terapi hormonal. Hal ini disebabkan karena terapi hormonal memiliki efek agonis
yang muncul terlebih dahulu sebelum efek antogonis terhadap sel kanker.
Nilai prognosis PET/CT FDG pada pengobatan
kanker payudara
Berdasarkan beberapa laporan penelitian yang menyebutkan bahwa, semakin
tinggi nilai SUVmax dari tumor payudara praterapi, maka semakin buruk prognosis
dari pasien tersebut. Hal ini dapat disebabkan karena nilai SUVmax berbanding
lurus dengan tingkat derajat histopatologi dari kanker payudara. Walaupun
sayangnya, belum ada kesepakatan mengenai batas nilai SUVmax untuk membedakan
SUVmax rendah dan tinggi.
Begitu pula dengan penurunan nilai SUVmax pada saat penilaian respon
kemoterapi dengan PET/CT FDG. Pasien yang berespon baik terhadap kemoterapi dan
mengalami penurunan nilai SUVmax yang cukup signifikan akan memiliki angka
survival yang lebih baik dibandingkan pasien yang tidak berespon baik terhadap
kemoterapi dan tidak mengalami penurunan nilai SUVmax.
Prosedur Pemeriksaan PET/CT FDG
Sebelum pemeriksaan PET/CT FDG pasien
diminta untuk puasa selama paling kurang 6 sampai 8 jam sebelum pemeriksaan.
Pasien masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi air mineral dan disarankan untuk
sering minum selama hari pemeriksaan. Pada pasien yang terpasang infus berisi
cairan nutrisi disarankan untuk mengganti cairan infus dengan cairan yang tidak
mengandung gula. Hal ini dilakukan agar gula darah pada saat pemeriksaan tidak
lebih dari 200 mg/dL. Sebelum penyuntikan obat radioaktif FDG, pasien akan
diberikan obat untuk merelaksasikan otot-otot saluran pencernaan, kecuali bila
terdapat kontraindikasi. Penyuntikan obat radioaktif FDG akan dilakukan melalui
pembuluh darah vena pada saat 1 jam sebelum pencitraan (scanning). Setelah penyuntikan obat
radioaktif FDG pasien diminta untuk beristirahat di ruangan khusus yang telah
dipersiapkan dan tidak beraktivitas kecuali minum air mineral yang telah
disediakan. Scanning dilakukan
seluruh tubuh mulai dari ujung kepala sampai lutut atau ujung kaki. Lama scanning kurang lebih 15 sampai 20 menit
dan bila diperlukan dapat dilakukan 2 kali scanning.
Selama scanning pasien dapat tetap
bernafas dengan normal namun diminta untuk tidak bergerak. Setelah scanning selesai, pasien dapat makan
kembali seperti biasa. Analisa hasil oleh tim kedokteran nuklir membutuhkan
waktu kurang lebih 2 hari setelah pemeriksaan PET/CT FDG.
Kesimpulan
PET/CT FDG sangat bermanfaat dalam penentuan stadium ulang pada pasien
yang mengalami kekambuhan atau dicurigai mengalami kekambuhan dari kanker
payudara. PET/CT FDG juga berperan cukup penting dalam penentuan stadium awal
pada pasien kanker payudara yang dicurigai sudah dengan stadium lanjut atau
kanker payudara dengan inflamasi. PET/CT FDG mampu mendeteksi metastasis
kelenjar getah bening dan metastasis di organ lain lebih baik dibandingkan
modalitas imaging lainnya. PET/CT
sangat baik digunakan untuk menilai dan memprediksi respon terapi, karena dapat
menilai perubahan tingkat aktivitas metabolisme yang terjadi lebih awal
dibandingkan perubahan ukuran tumor. Walaupun demikian PET/CT FDG memiliki
kelemahan dalam mendeteksi tumor dengan ukuran kecil (< 1 cm). PET/CT juga
tidak dapat menggantikan peran biopsi dalam membedakan tumor ganas dan jinak.
PET/CT FDG tidak disarankan pada pasien kanker
payudara yang dicurigai masih stadium awal.
REFERENSI
1.
Groheux D, Espié M, Giacchetti S,
Hindié E. Performance of FDG PET/CT in the Clinical Management of Breast
Cancer. Radiology. 2013;266(2):388-405. doi:10.1148/radiol.12110853
Tidak ada komentar:
Posting Komentar