Modalitas diagnostik dari PET scan sudah lama rutin digunakan di luar negeri sebagai salah satu modalitas diagnostik pencitraan di bidang onkologi, kardiologi, dan neuropskiatri. Di Indonesia, teknologi pencitraan molekuler ini baru masuk sekitar tahun 2008, dan sebagai teknologi baru ternyata masih belum banya rekan sejawat dokter yang memahami mengenai manfaat dari pemeriksaan ini, termasuk mengenai kelebihan dan kekurangan dari modalitas diagnostik ini.
Pemeriksaan PET scan menggunakan FDG (fluorodeoksiglukosa) sebagai sumber radioaktif. FDG ini merupakan senyawa yang mirip dengan gula yang dirubah bentuknya menjadi sumber radioaktif sehingga dapat memancarkan sinar gamma ganda dan dimanfaatkan untuk pencitraan seluruh tubuh. Pencitraan metabolisme glukosa ini dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi penyakit yang banyak menggunakan glukosa.
Keganasan merupakan suatu kelainan pada sel yang banyak membutuhkan glukosa untuk sumber energi dalam proses pertumbuhannya yang sangat cepat. Sehingga, pada hampir semua keganasan akan mengakumulasi FDG yang disuntikkan ke dalam tubuh pasien. Namun, ada sebagian jenis keganasan yang dapat tidak atau hanya sedikit mengakumulasi glukosa atau FDG yang disuntikkan. Salah satu jenis keganasan termasuk ke dalam keganasan yang tidak menangkap FDG adalah adenokarsinoma musinosum. Dari beberapa literatur mengatakan bahwa penangkapan FDG pada keganasan ini berbanding lurus dengan jumlah sel dan tingkat agresifitasnya. Adenokarsinoma musinosum hanya memiliki jumlah sel yang sedikit dan lebih banyak didominasi oleh gelatin sehingga penangkapan FDG di adenokarsinoma musinosum hanya sedikit atau malahan tidak menangkap FDG sama sekali. Nilai sensitifitas PET scan dengan FDG hanya sekitar 56% untuk keganasan adenokarsinoma musinosum, berbeda dengan keganasan lain yang dapat mencapai nilai sentivitas 90 - 95 %.
Hal ini terjadi pada salah satu pasien yang diperiksan PET scan dengan FDG di MRCCC SHS. Pasien yang berusia 60-an tahu tersebut telah dilakukan operasi atas indikasi karsinoma endometrial dan dilanjutkan dengan radioterapi di daerah pelvis. Setelah kurang lebih 3 bulan pasca-radiasi terakhir, PET scan dilakukan pada pasien tersebut dengan hasil tidak tampak lesi hipermetabolik di lapang operasi yang menandakan adanya sisa keganasan. Hanya tampak jaringan fibrotikdi daerah operasi tersebut. Lalu dilakukan operasi kembali untuk mengangkat jaringan fibrotik tersebut dengan hasil pemeriksaan histopatologis ditemukan adenokarsinoma musinosum yang berasal dari karsinoma endometrium sebelumnya.
Kasus ini menunjukkan bahwa, hasil negatif pada pemeriksaan PET scan tidaklah menjamin tidak ada keganasan dalam tubuh pasien. Sebagai dokter spesialis kedokteran nuklir kita harus berhati-hati dalam melaporkan hasil pemeriksaan PET scan. Kita harus ingat bahwa PET scan walaupun merupakan modalitas pemeriksaan yang terpilih dalam bidang onkologi karena nilai sensitifitasnya yang sangat tinggi, namun PET scan juga dapat tidak mendeteksi adanya keganasan yang disebabkan jenis sel ganasnya yang tidak atau sedikit menangkap FDG. Hal ini juga perlu diinformasikan kepada rekan sejawat lain yang merawat pasien dengan keganasan, mengenai kemungkinan penyebab dari positif dan negatif palsu dari PET scan.
Kita juga harus menyadari, bahwa hingga saat ini tidak ada satu pun pemeriksaan diagnostik di bidang kedokteran yang memiliki tingkat akurasi 100% sempurna. Bahkan, pemeriksaan jaringan histopatologis pun, yang hingga saat ini dianggap sebagai gold standard pada pemeriksaan diagnostik di bidang onkologi, masih dapat memiliki kemungkinan hasil negatif dan positif palsu. Tapi walaupun demikian, pemeriksaan PET scan masih tetap merupakan modalitas terpilih untuk mendeteksi adanya kekambuhan atau metastasis serta membantu dalam menilai respon dari terapi dan efektivitas terapi. Dengan demikian, tidak terjadi saling meyalahkan antara dokter yang mengirim pasien dengan dokter spesialis kedokteran nuklir. PET scan memang alat yang canggih untuk mendeteksi keganasan, namun PET scan juga memiliki keterbatasan yang harus dapat dipahami oleh semua pihak yang memanfaatkannya dalam merawat pasien.
thanks a lot Doc..
BalasHapus